Saat ini, dengan kondisi yang berbeda akibat adanya kenaikan harga komoditas, dia mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi peningkatan pendapatan negara akibat kenaikan harga. Namun, Sri juga mengingatkan bahwa pada pos belanja negara juga mulai dilakukan pergeseran prioritas untuk menjaga momentum pemulihan sekaligus menjaga proses konsolidasi fiskal.
“Tahun ini, Indonesia juga menikmati commodity boom sehingga pendapatan negara meningkat sangat kuat. Sementara, pengeluaran akan tetap diarahkan untuk prioritas yang paling penting yaitu yang pertama untuk melindungi daya beli masyarakat. Yang kedua, diupayakan untuk terus mendukung momentum pemulihan, baik melalui investasi maupun ekspor yang kini meningkat sangat drastis karena pemulihan global. Dan kemudian pada saat yang sama, kami mencoba membuat proses konsolidasi untuk kebijakan fiskal kami,” terang Sri..
APBN sebagai instrumen fiskal didesain secara fleksibel dan adaptif dalam merespon berbagai kondisi dan dinamika yang terjadi. Namun demikian, dia menegaskan bahwa APBN tetap harus disehatkan kembali melalui konsolidasi fiskal menuju defisit di bawah 3%. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah menjaga fiskal negara tetap sehat dan berkelanjutan.
“Ini semua tentang bagaimana kami mencoba untuk mengkombinasikan (kebijakan) dengan begitu banyak tantangan kompleks yang datang membayangi proses pemulihan yang tidak mulus dan sederhana. Dan kami mencoba menggunakan instrumen yang sama yaitu instrumen fiskal kami dengan sangat fleksibel. Jadi prioritas bisa digeser. Di masa pandemi, prioritas kita ada pada jaring pengaman sosial dan kesehatan. Di masa terjadi guncangan akibat kenaikan harga pangan dan energi, prioritas kita berusaha melindungi daya beli masyarakat,” pungkasnya. (TYO)