"Kalau harga mahal sambalnya nggak naik, harga itu naiknya nggak selama dalam setahun, kita hitung HPP dalam setahun masih masuk. Cuma marginnya (pendapatannya) memang sedikit sekali. Jadi kalau misalnya, harga tinggi gini biasanya permintaan tinggi, jadi ketutup juga kuantitas," kata dia.
Berkat kualitas yang terus dijaga pula, ia kini menyuplai kebutuhan sambal di salah satu kafe ternama di Kota Malang sejak sebelum puasa. Selama hampir sebulan lebih inilah, ia telah mengirimkan setidaknya lima kali kebutuhan sambal dengan total 200 kilogram per bulannya.
"Satu yang ini tidak bisa dikurangi, karena baru dapat vendornya sebelum puasa lima PO (Pre-order), nggak mungkin bisa saya kurangi, tetap produksi sesuai permintaan kafe mereka. Dia kustom, tidak kemasan, itu sambal bawang, untuk topping mie dan makanannya lainnya, jadi tidak perlu pakai botol," paparnya.
Tak hanya itu, olahan sambal kemasannya juga masih laris manis dipasarkan ke beberapa toko oleh-oleh dan toko pusat perbelanjaan modern yang ada di Malang, Surabaya, dan Sidoarjo. Bahkan kian hari omzet penjualannya pun bertambah, tercatat di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Malang omzet pendapatannya mencapai Rp 50 juta dalam setahun.
Selain itu, sambal kemasan produksi Heni ini juga sampai diekspor ke Jepang, Turki, dan Malaysia. Khusus untuk Turki Heni bahkan memiliki reseller yang kerap memasarkan olahan sambal merek Mama Ni yang telah dirintisnya sejak 2013 lalu.
"Yang Jepang masih hand carry, kemarin ada teman adik sepupu yang di sana sering bawa kalau dari sini. Kalau Turki ada reseller kirimnya biasanya lewat kargo, yan yang Turki masih sampai sekarang. Nggak banyak jumlahnya 144 botol, 24 lusin. Kalau Malaysia sejak pandemi ini belum pesan lagi ke sini," terangnya.
"Sudah bersyukurlah mulai bangkit lagi, dulu waktu pembatasan berjilid - jilid akibat Corona itu banyak yang retur, banyak yang expired juga, akhirnya kita juga berapa bulan nggak kirim," pungkasnya. (RRD)