"Sekarang dengan kebijakan subsidi di minyak goreng curah, masalahnya akan bergeser dari suap kemasan ke curah. Apalagi minyak goreng curah rantai distribusinya lebih panjang dari kemasan. Butuh hingga 7 rantai distribusi dari produsen curah hingga ke pedagang di pasar tradisional," tuturnya.
Kepatuhan pengusaha minyak goreng dalam produksi maupun distribusi minyak curah pun dipertanyakan. "Kalau bisa jual minyak goreng kemasan yang harga per liter nya Rp25.000 buat apa jual minyak curah? Alhasil kebijakan subsidi minyak goreng curah bisa berakibat kelangkaan, antrian panjang hingga suap menyuap baru," ungkap Bhima.
Bhima mendesak agar pemerintah segera membekukan izin operasi dan izin ekspor perusahaan minyak goreng tersebut. Pemerintah juga disarankan lakukan evaluasi terhadap HGU dua perusahaan tersebut, dan membuka opsi mengalihkan HGU.
Langkah berikutnya adalah mendorong Kejagung mengusut jaringan pelaku lain karena tidak mungkin hanya dua perusahaan yang lakukan suap terkait perizinan ekspor minyak goreng.
"Pemain besar yang menguasai 70 persen lebih pasar minyak goreng harus dilakukan penyidikan. Pelaku di internal pemerintahan yang terlibat harus dibongkar secara tuntas sehingga kasus ini tidak terulang kembali," pungkasnya. (TYO)