IDXChannel - Negara berkembang tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) pada 2022. Tahun lalu, greenback mencatat apresiasi terkuat dalam dua dekade.
Dilansir dari Reuters pada Kamis (20/7/2023), Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan kenaikan dolar AS membuat negara berkembang mengalami berbagai masalah ekonomi, termasuk arus keluar modal, harga impor yang lebih tinggi, dan kondisi keuangan yang lebih ketat.
IMF mengatakan penelitiannya dalam Laporan Sektor Eksternal tahunannya menunjukkan bahwa lonjakan dolar AS tahun lalu memiliki dampak yang lebih besar pada ekonomi berkembang dibandingkan negara maju.
Untuk setiap 10% apresiasi dolar AS, negara berkembang menghadapi penurunan produk domestik bruto (PDB) sebesar 1,9% dan efeknya bertahan selama 2,5 tahun.
Di negara maju, tingkat apresiasi yang sama menyebabkan penurunan output sebesar 0,6% dan efeknya sebagian besar hilang dalam setahun.
IMF mengatakan dalam laporannya bahwa nilai tukar riil efektif dolar naik 8,3% pada 2022, level terkuat dalam dua dekade.
Penguatan didorong serangkaian kenaikan suku bunga Federal Reserve di tengah tingginya inflasi serta lonjakan harga komoditas global yang disebabkan invasi Rusia ke Ukraina.