Untuk pengembangan proyek karbon, Pertamina NRE lewat anak usaha PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) juga Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Pertamina memiliki kredit karbon dari PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 dengan volume 864 ribu CO2e yang dihasilkan selama periode 2016-2020. Kredit karbon ini telah memenuhi standar nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain PLTP, Pertamina NRE juga berencana menghasilkan kredit karbon dari Pembangkit listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei dengan potensi 150 ribu ton CO2e pada periode 2024-2027. Selain pembangkit, perusahaan dalam jangka menengah juga akan mengembangkan proyek-proyek Nature & Ecosystem-Based Solutions (NEBS). Salah satunya lewat kerja sama konsesi kehutanan dengan Perhutani.
Pertamina NRE memiliki komitmen kuat dalam mendukung lembaga dan aktivitas yang berkelanjutan (sustainable development goals atau SDG's). Hal ini dibuktikan dengan diraihnya nilai environment, social, and governance (ESG) sebesar 13 dari lembaga pemeringkat ESG global, Sustainalytics. Skor tersebut tergolong berisiko rendah (low risk) dan menempati posisi ketiga terbaik dunia di sektor independent power producer and traders (IPP & traders).
Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menambahkan, perdagangan karbon kredit menjadi tonggak penting (milestone) bagi Pertamina Group sebagai komitmen perusahaan untuk terus mengakselerasi transisi energi menuju Net Zero Emission.
"Saya ingin mengajak seluruh jajaran dan juga subholding, anak perusahaan untuk secara aktif berkontribusi berperan dalam semua program Net Zero Emission Indonesia karena Pertamina Group ini memerankan posisi yang penting untuk pencapaian itu," katanya.
(Rahmat Fiansyah/ADV)