“China, misalnya, mencatat pertumbuhan TFP pertanian hingga 4-5 persen per tahun pada 1998-2007, sementara Indonesia hanya di angka 1-2 persen. Kita perlu fokus pada inovasi dan efisiensi, terutama di sektor pertanian,” ujarnya.
Erizal juga menyoroti pentingnya efisiensi investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. “China memiliki ICOR di bawah 5, sedangkan ICOR Indonesia berada di angka 6,2. Ini menunjukkan perlunya reformasi kebijakan untuk meningkatkan efektivitas investasi,” kata dia.
Transformasi sektor pangan, kata Erizal, harus dimulai dari komoditas utama seperti beras untuk mendukung swasembada pangan, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan komoditas bernilai ekonomi tinggi lainnya.
“Langkah ini perlu didukung oleh penguatan riset dan pengembangan (R&D), peningkatan kapasitas peneliti, dan penyebaran teknologi secara masif,” ujarnya.
Dengan langkah strategis yang terintegrasi, Indonesia diharapkan mampu keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap) dan mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Kami optimistis dengan kebijakan yang tepat, target pertumbuhan ekonomi 8 persen dapat tercapai,” kata Erizal.
(Dhera Arizona)