sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Energi Fosil Masih Dibutuhkan di Tengah Transisi EBT

Economics editor Rizky Fauzan
03/10/2022 16:53 WIB
Pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara merupakan yang tercepat di dunia. Sehingga membutuhkan energi untuk menopang pertumbuhan tersebut.
Energi Fosil Masih Dibutuhkan di Tengah Transisi EBT. Foto: MNC Media.
Energi Fosil Masih Dibutuhkan di Tengah Transisi EBT. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, mengatakan energi fosil seperti minyak dan gas bumi masih dibutuhkan di tengah upaya transisi energi baru terbarukan (EBT).

"Energi fosil diperlukan untuk menjaga keamanan energi secara keseluruhan. Proses transisi energi perlu ditangani secara hati-hati dengan mempertimbangkan kesinambungan, keamanan, dan ketersediaan energi," ujar Dwi, Senin (3/10/2022). 

Dwi menambahkan, sebagai kawasan yang sedang berkembang, pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara merupakan yang tercepat di dunia. Sehingga kawasan ini membutuhkan energi untuk menopang pertumbuhan tersebut.

“Kami mendukung penuh komitmen pemerintah terhadap energi terbarukan, namun kami juga sangat yakin bahwa sektor migas, khususnya gas, masih sangat relevan dalam memainkan peran yang lebih strategis dalam transisi energi. Tantangannya kini adalah bagaimana meningkatkan produksi, sekaligus mengurangi emisi karbon pada saat yang bersamaan,” kata dia.

Karena itu, lanjut Dwi, dengan mempertimbangkan potensi sumber daya dan mengupayakan target emisi, Indonesia tidak hanya sedang mengejar target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kubik pada 2030.

"Tetapi juga meningkatkan dampak berganda bagi perekonomian serta mendorong kesinambungan lingkungan," imbuhnya. 

Sementara itu, transisi energi menjadi salah satu isu global yang mempengaruhi industri migas dunia. Sebagaimana disebutkan dalam protokol Kyoto, Paris Agreement, atau kesepakatan global lainnya yang juga dirancang banyak negara, termasuk Indonesia dengan komitmen untuk mengurangi emisi karbon.

Di sektor migas, beberapa perusahaan migas ternama sudah memasukkan pengurangan emisi karbon ke dalam strategi portofolio mereka. Kondisi ini memperketat persaingan untuk menarik investasi ke sektor migas.

“Namun di sisi lain, pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi Covid-19, dan krisis Rusia-Ukraina, turut mendorong naiknya permintaan dan harga migas. Dan oleh karenanya, tekanan untuk meningkatkan produksi migas juga semakin tinggi," pungkas dia. (NIA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement