sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Fakta di Balik Harga Minyak Goreng hingga Langka di Ritel Modern

Economics editor Oktiani Endarwati
30/01/2022 16:33 WIB
Meski sudah ditetapkan menjadi satu harga, namun kebijakan itu justru menimbulkan masalah baru, yakni mulai langkanya minyak goreng di sejumlah ritel modern.
Fakta di Balik Harga Minyak Goreng hingga Langka di Ritel Modern. (Foto: MNC Media)
Fakta di Balik Harga Minyak Goreng hingga Langka di Ritel Modern. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Meski sudah ditetapkan menjadi satu harga, namun kebijakan itu justru menimbulkan masalah baru, yakni mulai langkanya minyak goreng di sejumlah ritel modern. Sebaliknya, meski pasokan masih ada, namun pasar tradisional hingga warung justru belum mendapatkan minyak goreng bersubsidi untuk dijual kembali.

Ada beberapa penyebab harga minyak goreng meningkat. Pertama, peningkatan harga CPO. Meski Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar, namun harga ditentukan oleh mekanisme pasar dunia. Sehingga apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional maka harga dalam negeri akan ikut meningkat.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, produksi minyak goreng di Indonesia memang masih bergantung pada harga CPO dunia.

Dalam operasional industri minyak goreng, beban biaya CPO berkisar 65-70% dari harga pabrik minyak goreng. Akibatnya, apabila harga CPO naik, maka harga minyak goreng juga ikut melambung.

"Sisanya biaya transport, produksi, kemasan, dan lainnya," ujarnya baru-baru ini.

Kedua, jumlah permintaan yang meningkat akibat pemulihan ekonomi di Indonesia dan negara-negara lain. Sementara dari sisi produksi tidak dapat mengikuti kecepatan dari permintaan tersebut. Produksi minyak sawit relatif stagnan karena berbagai faktor seperti cuaca, keterbatasan pupuk dan kelangkaan tenaga kerja.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton atau 0,31% lebih rendah dari pencapaian tahun 2020 sebesar 47,03 juta ton.

Adapun konsumsi minyak sawit dalam negeri 2021 mencapai 18,42 juta ton atau 6% lebih tinggi dari konsumsi tahun 2020 sebesar 17,35 juta ton. Konsumsi untuk pangan naik 6%, oleokimia naik 25%, dan biodiesel naik 2% dari tahun 2020.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, produksi minyak sawit 2021 menunjukkan adanya anomali. Semester kedua yang biasanya lebih tinggi dari semester pertama di tahun 2021 justru lebih rendah.

"Oleh sebab itu, produksi semester I 2022 akan menjadi petunjuk apakah penurunan produksi akan terus berlanjut atau akan terjadi kenaikan. Pemupukan yang terkendala di tahun 2021 akibat kelangkaan dan kenaikan harga pupuk akan mempengaruhi produktivitas dan produksi 2022," ujarnya.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement