IDXChannel - Kebijakan pemerintah dengan tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 10 persen masih menuai pro dan kontra. Meski hal itu merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) .
Ekonom senior Faisal Basri pun menyoroti kebijakan pemerintah yang justru memilih tetap menaikan PPN menjadi 11 persen meski situasi global yang sedang memanas akibat akibat perang Rusia-Ukraina yang akhirnya berpengaruh terhadap ekonomi global.
Fasial Basri menceritakan bahwa pada situasi sulit seperti ini negara tetangga seperti Malaysia justru memberikan relaksasi pajak kepada rakyatnya bukan malah menaikan.
"Setiap negara mencoba untuk meredam semaksimal mungkin yang dia bisa, misal di Malaysia, di malaysia meredam kenaikan harga BBM adalah menerapkan on n off PPN," kata Faisal Basri dalam diskusi Publik secara virtual, Kamis (7/4/2022).
Sehingga menurutnya, di Malaysia jika harga minyak bumi di dunia sedang tinggi dan berpengaruh terhadap harga BBM di dalam negeri, maka pemerintah tidak memberika pajaknya.
Begitu sebaliknya, jika harga minyak dunia sedang turun, maka pemerintah akan kembali mengenakan kepada masyarakat. Sedangkan dalam situasi yang sama, saat harga minyak bumi sedang tinggi Indonesia berbeda mengambil kebijakan, yaitu menaikan pajak 11%.
"Jadi sekarang kalau di Malaysia itu kita beli bensin tidak pakai PPN, tapi kalau di Indonesia pemerintah sudah naik harga, tambah naiknya biar rasa tuh rakyat, gitu kita-kira, dengan menerapkan PPN 11%," tambahnya.
Selain itu Faisal Basri juga mencontohnya kebijakan yang juga dilakukan oleh negara lain untuk menghadapi krisis dengan menyiapkak dana stabilisasi oleh negara.
"Jadi kalau harga minyak bumi turun 50%, harga BBM turunya cuma 25%, yang 25% masuk di celengan, itu akan digunakan lagi kalau harga melonjak, sehingga harga BBM tidak setinggi harga minyak," lanjutnya.
"Pada dasarnya hal tersebut berfungsi untuk mengurangi volatilitias harga dari waktu ke waktu yang memang selalu terjadi sejak dahulu," pungkas Fasial Basri. (TYO)