"Karena ayam sangat jujur kalau pakannya dirubah dengan harga murah, produksinya juga akan menurun. Ya jadi mau tidak mau pakai standarnya pakan ayam layer, ayam produksi ini karena ayam ini sangat jujur kalau diubah produksinya berubah juga," terangnya.
Hal ini membuat peternak ayam petelur terpaksa menjual telur ayamnya dengan harga tinggi sebesar Rp 24.500 per kilogramnya. Dengan harga tersebut dikatakan Sunardi di tingkat pengecer penjual telur bisa mencapai Rp 27.000 per kilogramnya.
"Harga telur tidak ada acuan baku, selalu fluktuatif naik turun setiap hari. Untuk saat ini memang harga di peternak paling tinggi tanggal 18 Mei, jualnya Rp 24.500 per kilogramnya dari tingkat peternak," ujarnya.
Mahalnya harga pakan ternak juga membuat banyak peternak ayam yang lebih kecil gulung tikar karena beban operasional yang tinggi. Dirinya menyebut ada banyak rekannya sesama peternak ayam dengan skala lebih kecil bangkrut, imbas mahalnya harga pakan ternak.
"Nggak berani memastikan semua tergantung pasar, kenapa kok harga telur tinggi, karena populasi ayam sudah berkurang 40 persen, karena peternak rakyat tidak kuat lagi pelihara ayam. Karena harga bahan baku pakan selalu tinggi. Ini untuk jual telur penyesuaian, dalam penyesuaian tersebut otomatis tidak mencukupi biaya operasional," tutupnya. (RAMA)