Namun Dani menyebut, kerugian yang dialami memang masih bisa menekan biaya operasional, daripada memaksakan tetap produksi tetapi hasil tidak sesuai.
Tapi persoalan baru muncul lantaran ia harus mengeluarkan operasional untuk perawatan bibit baru. Tentu saja biaya yang dikeluarkan juga tidak murah. Meski tidak merinci secara detail, Dani menyebut bahwa operasional yang dikeluarkan cukup besar. Hasil penjualan telur masih belum mampu menutup biaya operasional.
"Sebenarnya kami ingin tidak sampai afkir dini. Tetapi situasinya sulit dan tidak memungkinkan lagi. Karena hasil penjualan tak bisa menutup operasional," sambungnya.
Ia terus berusaha menghemat operasional dengan memodifikasi pakan ternak. Langkah ini terpaksa dilakukan sambil menunggu harga telur stabil. Peternak mencari pakan dengan kualitas yang sedikit diturunkan dari kualitas yang biasa diberikan kepada ayam. Selain itiu, peternak juga berharap harga telur bisa kembali naik ke harga normal yakni kisaran Rp 19.000, agar mereka juga bisa terus berproduksi.
"Kalau seperti ini terus bisa-bisa peternak gulung tikar karena hasil yang didapat tidak sesuai," tandasnya. (NDA)