"Angka investasi dari kedua proyek ini sesuai dengan komitmen mereka yang sudah ditandatangani melalui Framework Agreement Maret tahun lalu itu berkisar hampir Rp200 triliun," ucapnya.
Toto mencatat, Indonesia memiliki kemampuan memiliki baterai cell secara mandiri. Namun, proses produksi dari hulu ke hilirnya membutuhkan waktu dan biaya investasi yang sangat besar.
"Walau kita sudah bermitra dengan (produsen baterai) nomor 1 dan nomor 2 di dunia, itu kita membutuhkan hampir 4 tahun untuk bisa mendapatkan baterai cell kita dari nikel Indonesia," tutur dia.
(FAY)