Prospek permintaan tembaga juga diperkirakan meningkat di masa depan. Menurut International Copper Study Group (ICSG), pasar tembaga global menghadapi ancaman defisit pasokan.
Perkiraan grup tersebut dikeluarkan pada April lalu dengan proyeksi kekurangan pasokan sebesar 114 ribu ton tahun ini setelah sebelumnya mengalami defisit 431 ribu ton pada 2022.
Ketika komite statistik ICSG terakhir kali bertemu pada Oktober tahun lalu, diperkirakan ada pergeseran surplus tahun ini menjadi 155.000 ton.
Sementara Goldman Sachs memperkirakan gelombang pasokan hasil tambang baru akan seret pada tahun ini dan memperingatkan ancaman kehabisan persediaan.
Bank investasi tersebut juga menargetkan kenaikan harga tembaga sebesar 25% tahun ini dengan perkiraan 12 bulan sebesar USD11.000 per ton.
Saat ini, harga tembaga berjangka naik menuju USD3,9 per pon pada Juni, dan memasuki level tertinggi dalam lebih dari satu bulan di tengah pelemahan dolar, meningkatnya kekhawatiran pasokan, dan harapan kenaikan permintaan.
Pelaku pasar utama juga terus menunjukkan kekhawatiran bahwa pasokan tembaga mungkin tidak memenuhi ekspektasi permintaan jangka panjang yang kuat, karena logam ini merupakan bahan baku penting untuk transisi ke sumber daya terbarukan.
Bank investasi Citi memprediksi stok tembaga tidak akan habis pada 2023 per 3 Mei lalu. Citi juga telah menurunkan perkiraan harga untuk tembaga tiga bulan ke depan dari USD8.500 menjadi USD8.000 per ton. (ADF)