IDXChannel - Demi membangkitkan industri hilir, pemerintah telah melakukan pelarangan ekspor olahan nikel 30 persen. Namun, kebijakan ini disinyalir akan menyebabkan gugatan dari negara pengimpor, Indonesia diminta untuk bisa mengantisipasi.
"Jangan sampe nanti produksi Indonesia yang melarang olahan nikel dibawah 30 persen akan digugat oleh negara lain atau bahkan mungkin dunia, nah ini harus diantisipasi," ujar Sekjen Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, dalam Market Review IDX Channel, Jakarta, Kamis (23/9/2021).
APNI melihat dari sisi pelaku hulu, pertambangan biji nikel di Indonesia yang cukup besar dengan potensi bahan baku mengolah nikel menjadi stainless steel atau baterai, kondisi ini sebenarnya ada sisi positif dan negatifnya.
"Karena kita berkaca pada 2020 awal waktu kita diberhentikan ekspor biji nikel, nah waktu itu saat tiba-tiba diberhentikan dengan harapan hilirisasi Indonesia digugat oleh Uni Eropa," kata dia.
Kemudian menurut data APNI, bahwa di 2025 akan terbangun sekitar 98 pabrik olahan nikel, baik metalurgi maupun hidro metalurgi yang saat ini sudah terbangun atau sudah berproduksi sekitar 31 badan usaha industri hilir nikel, sisanya sekitar 40 badan usaha sedang konstruksi dan sisanya sedang proses perizinan.