IDXChannel - Inflasi zona Euro turun pada November, menurut data dari badan statistik Komisi Eropa, Eurostat pada hari Rabu (30/11). Angka inflasi diumukan di bawah perkiraan menjadi 10,0% di November tahun ini.
Angka tersebut turun dari pembacaan pengamat sebesar 10,6% year on year (yoy) di Oktober dan di bawah perkiraan ekonom sebesar 10,4%.
Penurunan inflasi ini disebut sebagai rekor baru dalam 12 bulan terakhir. Meski demikian, angka inflasi masih tetap pada tingkat yang sangat tinggi selama lebih dari dua dekade. Angka ini juga lima kali lipat dari target 2% yang ditetapkan oleh ECB.
Presiden ECB Christine Lagarde menyatakan, untuk mengatasi inflasi, bank sentral mengisyaratkan akan terus menaikkan suku bunga bahkan jika mengorbankan kegiatan ekonomi yang lebih luas.
Diketahui sebelumnya, ECB telah menaikkan suku bunga deposito bank sebesar 200 basis poin menjadi 1,5% selama tiga bulan terakhir dalam upaya untuk mendinginkan inflasi yang membara.
Menurut Lagarde, kenaikan inflasi masih belum mencapai puncaknya dan masih bisa lebih tinggi dari perkiraan perkiraan saat ini.
Saat ini, Euro (€) adalah mata uang resmi 19 dari 27 negara anggota Uni Eropa yang bersama-sama membentuk zona Euro.
Meskipun semua negara Uni Eropa adalah bagian dari Economic and Monetary Union (EMU), 19 di antaranya telah mengganti mata uang nasional mereka dengan mata uang tunggal Euro.
Negara zona Euro ini terdiri dari Austria, Belgia, Siprus, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Latvia, Lituania, Luksemburg, Malta, Belanda, Portugis, Slowakia, Slovenia, dan Spanyol.
Penyebab Inflasi Tinggi
Eropa menjadi wilayah yang paling terpukul dengan melonjaknya harga energi yang berkontribusi signifikan terhadap inflasi.
Invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari memperburuk krisis energi yang memicu kekhawatiran global dan menyebabkan gangguan pasokan minyak dan gas alam dari Rusia.
Moskow mengatakan pada September tidak akan sepenuhnya melanjutkan pasokan gasnya ke Eropa sampai Barat mencabut sanksi ekonomi terhadap negeri Beruang Merah.
Sementara mengutip Euronews.com, Rusia memasok sekitar 40% gas alam Eropa.
Harga berbagai komoditas, termasuk makanan juga telah melonjak sejak lockdown pandemi Covid-19 pertama kali diberlakukan dua tahun lalu hingga pecahnya perang.
Kondisi ini membuat rantai pasokan global menegang, berdampak pada panic buying, dan menyebabkan komoditas tidak dapat diperdagangkan dan akhirnya mengalami pembusukan.
Perang Rusia-Ukraina secara dramatis memperburuk kondisi karena Rusia dan Ukraina menyumbang hampir sepertiga pasokan gandum dan barley (bahan baku dalam roti, minuman, dan aneka masakan lainnya) secara global.
Dua negara ini juga menjadi pemasok dua pertiga ekspor minyak bunga matahari dunia yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Ukraina juga menjadi pengekspor jagung terbesar keempat di dunia.