IDXChannel - Memasuki satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, sejumlah catatan kritis muncul terkait sektor energi nasional. Salah satunya datang dari Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi.
Dia menilai belum ada kemajuan signifikan dalam mewujudkan target swasembada energi yang dijanjikan Prabowo. Menurutnya, masih cukup jauh bagi pemerintahan untuk bisa mencapai target swasembada energi dalam waktu 4-5 tahun.
"Pencapaian swasembada energi tadi itu dengan energi baru dan terbarukan, bukan energi fosil, bukan juga energi batu bara, kalau itu menjadi ukuran, maka dalam satu tahun terakhir ini belum banyak yang dicapai oleh pemerintahan Prabowo," ujarnya saat dihubungi IDX Channel, Senin (20/10/2025).
Dia berpendapat, meski program seperti E10 dan B50 sudah diluncurkan, namun sebenarnya hanya kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya. Fahmy menyoroti ini terjadi lantaran adanya kontradiksi kebijakan antarmenteri yang tidak sejalan.
Dia menerangkan, tidak sedikit menteri yang berseberangan dengan komitmen energi bersih Prabowo. Salah satunya terkait langkah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang masih mendorong peningkatan lifting minyak dan produksi batu bara.
"Bahlil misalnya masih mengatakan bahwa lifting minyak fosil itu melampaui APBN. Nah kalau dia masih menggenjot lifting energi fosil, ini ada pertentangan dengan E10 tadi, dengan B50. Kemudian Bahlil juga masih mendorong pengusaha batu bara untuk meningkatkan produksinya. Lagi-lagi ini kontradiktif," ujarnya.
Selain itu, Fahmy menilai sejumlah kebijakan di sektor energi juga masih menyisakan persoalan. Dia mencontohkan kekacauan distribusi LPG 3 kg, tambang di kawasan wisata, serta kebijakan impor BBM satu pintu melalui Pertamina yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.
"Kebijakan impor satu pintu melalui Pertamina yang sampai sekarang masih menyisakan masalah. Karena SPBU swasta masih belum mau membeli dari Pertamina, dengan berbagai alasan, apakah alasan yang campuran etanol atau nanti masalah harga ini juga masalah sensitif, sehingga menurut saya sulit untuk dicapai," kata dia.
Lebih jauh, Fahmy juga menyoroti minimnya hasil dari kebijakan hilirisasi tambang yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah. Bahkan, belum ada konsep yang jelas dari program ini, padahal potensi di sektor tersebut sangat besar.
"Hilirisasi tambang juga belum ada hasil sama sekali gitu ya. Bahkan belum ada konsep yang benar untuk hilirisasi, padahal itu potensinya cukup besar gitu ya. Dan kita sudah punya Menteri Hilirisasi tapi tidak bergerak sama sekali. Jadi itu masih nol," katanya.
Agar visi swasembada energi bisa tercapai, kata dia, koordinasi lintas kementerian perlu diperkuat, terutama antara Kementerian ESDM, Kementerian Investasi, dan Kementerian Keuangan.
"Saya kira kebijakan Bahlil dan juga Menteri yang lainnya Itu harus mendukung sepenuhnya apa yang menjadi komitmen dari Prabowo, tadi energi baru terbarukan. Dengan mengembangkan sumber energi yang ada dalam negeri tadi," kata Fahmy.
"Memang tidak cukup dalam Kementerian ESDM saja, tapi itu juga menyangkut masalah Kementerian Investasi, kemudian juga menyangkut Kementerian Keuangan dalam memberikan fasilitas fiskal," katanya.
(Dhera Arizona)