IDXChannel - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra, membeberkan salah satu krediturnya yang merupakan produsen pesawat terbang dunia, Boeing, tidak ikut mendaftarkan dalam voting Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hari ini.
Padahal Boeing merupakan kreditur Garuda dengan nilai piutang mencapai USD822 juta atau setara Rp10 triliun lebih. Pernyataan ini disampaikan Irfan saat proses voting dalam sidang PKPU, Jumat (17/6/2022).
"Jika Boeing, ini adalah produsen pesawat yang tidak partisipasi di PKPU, namun punya nilai besar tidak ajukan tagihannya dalam kurun waktu yangg ditentukan, (piutang) USD822 juta atau sebesar Rp10 triliun," ungkap Irfan di PN Jakarta Pusat.
Irfan juga menjelaskan ada perubahan nominal surat utang yang terdapat dalam proposal restrukturisasi utang. Awalnya nominal surat utang mencapai USD800 juta, namun terjadi kenaikan menjadi USD825 juta.
"Bentuknya hutang dengan nilai total USD825 juta, ada peningkatan dari draft sebelumnya USD 800 juta," kata dia.
Penerbitan surat utang, lanjut Irfan, menjadi poin penting penyelesaian utang Garuda Indonesia. Pasalnya, surat utang menjadi instrument restrukturisasi bagi kreditur dengan nilai tagihan di atas Rp255 juta.
Utang Garuda Indonesia yang ditetapkan Tim Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebesar Rp142 triliun. Jumlah ini terdiri atas Daftar Piutang Tetap (DPT) lessor, DPT preferen, dan DPT non lessor.
Jumlah utang emiten bersandi saham GIAA ini tercatat naik dari laporan sebelumnya, di mana hingga kuartal III-2021 utang perusahaan mencapai Rp139 triliun.
Dilansir dari laman PKPU Garuda, Kamis (16/6/2022), jumlah utang lessor atau perusahaan penyewa pesawat mencapai Rp 104,37 triliun, DPT non lessor sebesar Rp 34,09 triliun, dan DPT preferen senilai Rp 3,95 triliun.
Adapun jumlah kreditur yang sudah terverifikasi oleh Tim Pengurus PKPU baru mencapai 501 entitas. Jumlah ini terdiri dari non lessor 355 entitas, lessor 123 entitas, preferen 23 entitas. (TYO)