Ini juga merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Bendera tersebut dianggap mewakili Otoritas Palestina yang akan mengelola Gaza dan Tepi Barat.
Pada tahun 2007, tepat setelah Intifada Kedua, seniman Khaled Hourani menciptakan Kisah Semangka untuk sebuah buku berjudul Atlas Subjektif Palestina.
Sebagai informasi, Intifada Kedua adalah pemberontakan besar Palestina di wilayah yang diduduki Israel. Pemicu utamanya adalah kegagalan KTT Camp David yang hampir menyukseskan proses perdamaian Israel-Palestina pada Juli 2000.
Penggunaan semangka sebagai simbol kebebasan Palestina muncul kembali pada 2021, menyusul keputusan pengadilan Israel bahwa keluarga Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur akan diusir dari rumah mereka untuk dijadikan tempat bagi pemukim.
Pada awal tahun ini, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberi polisi Israel wewenang untuk menyita bendera Palestina.
Hal ini kemudian diikuti dengan pemungutan suara pada Juni mengenai rancangan undang-undang yang melarang orang mengibarkan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas.
Pada Juni, Zazim, sebuah organisasi komunitas Arab-Israel, meluncurkan kampanye untuk memprotes penangkapan dan penyitaan bendera. Gambar semangka terpampang di 16 taksi yang beroperasi di Tel Aviv, dengan teks bertuliskan, “Ini bukan bendera Palestina.”
“Pesan kami kepada pemerintah jelas. Kami akan selalu menemukan cara untuk menghindari larangan yang tidak masuk akal dan kami tidak akan berhenti memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi,” kata direktur Zazim, Raluca Ganea. (ADF)