Tradisi proteksionisme pangan Jepang membuat negara ini sebelumnya sangat jarang membuka kran impor bebas. Namun, tarif tinggi 341 yen per kilogram kini tak lagi menjadi penghalang utama karena desakan pasokan mendesak restoran, ritel, dan konsumen untuk beralih ke opsi impor.
Dalam langkah antisipatif, pemerintah Jepang mempercepat jadwal tender untuk kuota impor bebas tarif 100.000 ton per tahun yang diatur WTO. Tender kini dimajukan ke Juni dari sebelumnya September untuk meredam gejolak harga dan stabilisasi pasokan jangka pendek.
Krisis ini menyoroti kerapuhan ketahanan pangan Jepang, yang rentan terhadap perubahan iklim, bencana alam, dan volatilitas global pascacovid-19. Lonjakan impor beras, yang dulunya tabu secara politik dan ekonomi, kini menjadi instrumen darurat untuk menjaga stabilitas pangan nasional.
(Ibnu Hariyanto)