IDXChannel - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkritik minimnya jumlah startup Indonesia yang bergerak di bidang agrikultur di tengah ancaman krisis pangan yang ke depan akan membesar.
Jumlah startup Indonesia sekarang terbanyak keenam di dunia setelah Amerika Serikat, India, Inggris, Kanada, dan Australia.
Jokowi mengatakan 23% startup masih berkecimpung pada bidang teknologi finansial (tekfin/fintech), 14% startup bergerak pada bidang ritel, sedangkan 4% bergerak di bidang agrukultur.
Padahal, terbuka peluang untuk membangun startup pada bidang agrikultur. "Urusan masalah krisis pangan ke depan ini akan menjadi persoalan besar yang harus dipecahkan oleh teknologi," ujar dia.
Jokowi menilai, ada beragam sektor yang bersentuhan dengan pangan, seperti produksi, distribusi, hingga pasar. Selain itu, sektor pangan juga melibatkan petani, nelayan, pelaku pasar, hingga rumah tangga.
Pertanian Sektor Penting
Jika melihat secara makro, pertanian menjadi sektor penopang terbesar kedua bagi perekonomian Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) dari lapangan usaha pertanian atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp2,25 kuadriliun sepanjang 2021. Nilai tersebut berkontribusi sebesar 13,28% terhadap PDB nasional.
BPS juga mencatat kinerja ekspor pertanian pada Bulan Juni 2022 menunjukkan performa impresif, sebesar 23,30% yang dihitung berdasarkan bulanan (M-to-M) dan 11,69 % yang dihitung secara tahunan (Y-on-Y).
Sayangnya, pemain startup dibidang ini memang masih sangat minim.
Dalam buku Mapping & Database Startup Indonesia 2021 yang disusun Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI), Indonesia memiliki 1.190 perusahaan rintisan pada 2021.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 32,7% startup termasuk ke dalam bidang usaha general.
Kemudian, sebanyak 16,48% startup bergerak dalam bidang content creator atau pembuatan konten. E-commerce berada di urutan ketiga sebanyak 14,59%.
Sayangnya, bidang agrikultural berada di urutan terbawah kedua, hanya sebesar 2,13%. (Lihat tabel di bawah ini.)
Pemain startup pertanian di Indonesia juga menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan.
TaniHub misalnya, pada Februari tahun ini mereka menghentikan operasional dua gudang, yakni di Bandung dan Bali.
TaniHub juga melakukan PHK karyawan yang terkena dampak dari ditutupnya operasional gudang di Bandung dan Bali tersebut. Namun perusahaan tidak menyebut jumlah karyawan yang terdampak PHK.
Ada juga Happyfresh yang akhirnya menutup layanan di sejumlah wilayah, seperti di Malaysia hingga sebagian Jakarta.
Startup Sayurbox juga mengalami hal serupa. Perusahaan penjual sayuran ini diketahui menutup gerai milik mereka yang diberi nama Tokopanen. Kabarnya, Tokopanen ditutup karena kinerjanya tidak terlalu baik.
Siapa Raja Pasar?
Hingga pertengahan 2021, GoTo atau gabungan platform on-demand Gojek dan e-commerce Tokopedia menjadi startup dengan valuasi tertinggi.
Valuasi gabungan dua unicorn ini mencapai USD18 miliar, berdasarkan data CB Insights. Raksasa startup ini berhasil mencetak rekor setelah melakukan merger.
Perusahaan besutan Jet Lee dan Tony Chen, J&T Express, berada di posisi kedua dalam daftar unicorn dengan valuasi tertinggi nasional. Menurut catatan CB Insight, startup yang bergerak di bidang jasa pengiriman dan logistik tersebut memiliki valuasi sebesar USD7,8 miliar.
Bukalapak menyusul di urutan ketiga dengan valuasi sebesar USD3,5 miliar. Sementara, valuasi yang dimiliki Traveloka dan OVO masing-masing mencapai USD3 miliar dan USD2,9 miliar.
Bukalapak dan GoTo bahkan telah melantai di bursa dengan kode emiten BUKA dan GOTO. Sayangnya, meski bervaluasi tinggi, kinerja bottom line (pos laba) positif emiten ini tidak diiringi dengan kinerja saham yang baik.
Ambil contoh, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, performa saham BUKA sepanjang tahun ini tidak menggembirakan.
Sejak awal tahun hingga Selasa (27/9) atau year-to-date (YtD), harga saham BUKA sudah anjlok 33,95 persen ke posisi Rp284 per saham.
Penurunan tersebut menempatkan saham BUKA di deretan 20 besar saham top losers tahun ini.
Sejak melantai di bursa pada 6 Agustus tahun lalu di harga penawaran perdana (IPO) Rp850/saham, cenderung bergerak merosot hingga saat ini.
Sementara itu, PT Macquarie Sekuritas Indonesia menyematkan predikat outperform untuk saham GOTO. Istilah outperform digunakan untuk saham-saham yang kenaikan harganya diperkirakan bisa melebihi indeks harga saham atau biasa juga disebut market outperform.
Berdasarkan riset terbaru Macquarie, saham GOTO dipatok dengan target harga (target price) di level Rp 324/saham.
Singkat kata, data-data di atas menggambarkan ekosistem startup di Indonesia masih cenderung bergantung pada sektor-sektor transportasi, e-commerece dan teknologi.
Sementara sektor pertanian masih belum menemukan tempatnya untuk berkembang. Integrasi dan digitalisasi sektor pertanian menjadi penting untuk terus didukung mengingat sektor ini memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan. (ADF)