Adapun di tahun ini, mengutip data Kementerian ESDM, realisasi produksi emas di Indonesia mencapai 34,39 ton dengan realisasi penjualan mencapai 16,28 ton.
Harga emas diperdagangkan ke USD1800 per ons pada hari Rabu (14/12). Angka ini sedikit anjlok dari sebelumnya sebesar USD1812,9 setelah Federal Reserve (The Fed) mengumumkan kenaikan suku bunga 50 bps.
Emas memang sangat sensitif terhadap prospek suku bunga karena suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya peluang memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil dan mengurangi daya tariknya, dan sebaliknya.
Meski demikian, harga emas telah diperdagangkan pada level tertinggi enam bulan bulan ini. Hal ini karena terdapat keyakinan di kalangan investor bahwa bank sentral utama dunia akan segera mulai memperlambat laju kenaikan suku bunga.
- Komoditas Pangan
Komoditas pangan juga termasuk yang paling terdampak gejolak geopolitik dan ekonomi global tahun ini.
Cereal price index yang merepresentasikan harga biji-bijian seperti gandum, jagung, beras yang sempat berada di angka tertinggi pada Mei dengan indeks 169,8.
Sementara untuk dairy proce index dan indeks daging sempat berada di posisi tertinggi pada Juni masing-masing dengan indeks 146,9 dan 123,2 dan gula pada April dengan indeks 118,9. Secara keseluruhan indeks bahan pangan tertinggi berada di bulan maret dengan indeks 156,3. (Lihat grafik di bawah ini.)
Adapun indeks harga ini disusun menggunakan Indeks Harga Gandum International atau International Grains Council (IGC).
Indeks Harga Sereal atau Cereals Price Index FAO turun 1,3% menjadi 150,4 poin pada November 2022, di tengah penurunan harga gandum sebesar 2,8% karena Rusia bergabung kembali dengan Black Sea Grain Initiative.
Inisiatif ini adalah perjanjian antara Rusia dan Ukraina yang dibuat dengan Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama invasi Rusia ke Ukraina tahun ini.
Pasca pecahnya perang, sebanyak 47 juta orang diperkirakan menderita kelaparan parah sebagai akibat dari melonjaknya harga pangan dunia sebagian karena dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Negara-negara berkembang dan berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin paling terpengaruh oleh perang ini karena ketergantungan mereka pada biji-bijian dan bahan bakar impor.
Menurut UN Food and Agriculture Organization, Ukraina adalah salah satu pengekspor biji-bijian terkemuka dunia, menyediakan lebih dari 45 juta ton per tahun ke pasar global.
Sekitar 20 juta ton biji-bijian sempat tertahan di kota pelabuhan Odesa, Ukraina, akibat perang.
Hampir semua produk komoditas gandum, jagung, dan minyak bunga matahari dari Ukraina diekspor melalui pelabuhan Laut Hitam.
Baru-baru ini, terjadi penurunan permintaan impor untuk pasokan beberapa komoditas serelia dari AS karena harga yang tidak kompetitif, dan persaingan yang lebih besar di pasar global dengan pengiriman yang meningkat dari Rusia. (ADF)