sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Kenaikan BBM Biang Kerok Inflasi Tinggi, Apa Peredamnya? 

Economics editor Advenia Elisabeth/MPI
05/10/2022 12:12 WIB
Tingkat inflasi pada September 2022 naik sebesar 1,17 persen (month-to-month/mtm) imbas kenaikan BBM subsidi sebesar 30 persen.
Kenaikan BBM Biang Kerok Inflasi Tinggi, Apa Peredamnya? (Foto: MNC Media)
Kenaikan BBM Biang Kerok Inflasi Tinggi, Apa Peredamnya? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Tingkat inflasi pada September 2022 naik sebesar 1,17 persen (month-to-month/mtm). Kenaikan tersebut terimbas oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi sebesar 30 persen. 

"Tingkat inflasi yang naik di bulan september ini memang sudah diprediksi, karena harga BBM subsidi naik 30 persen. Tentu akan berdampak dan terlihat jelas inflasi yang paling tinggi adalah di sektor transportasi, kedua adalah di sektor bahan makanan," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (5/10/2022).

Menurutnya, kenaikan inflasi Ini terpengaruh juga oleh biaya angkutan pada sektor pertanian yang mengalami kenaikan, kemudian menjalar juga pada distributor sampai ke tangan konsumen yang mengalami penyesuaian harga karena kenaikan tarif BBM. 

Bhima pun memproyeksikan, imbas dari kenaikan harga BBM ini akan berlangsung hingga akhir tahun 2022. "Imbas dari energi ini diperkirakan akan bertahan dalam waktu yang cukup lama paling tidak dalam kurun waktu sampai akhir tahun 2022. Efek naiknya harga BBM terhadap penyesuaian harga-harga barang lainnya itu akan terus dirasakan," tambah dia.

Oleh karena itu, dia menuturkan, yang perlu diantisipasi pemerintah adalah mengalihkan APBN yang surplus Rp 107 triliun ke penambahan subsidi BBM sehingga inflasi bisa diredam. 

Kemudian yang kedua harus menjaga pasokan makanan agar tetap stabil. Karena kuncinya adalah pada stabilitas pangan terutama mengurangi ketergantungan pangan yang sumbernya dari impor.

"Ada beberapa barang pokok yang impornya cukup dominan. Seperti gula, garam, gandum, daging, kedelai itu juga porsi impornya juga cukup besar dan rentan terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah yang terjadi saat ini. Jadi harus dicari substitusi substitusi dari impor pangan dalam negeri," terang Bhima.

Ketiga adalah meningkatkan alokasi subsidi pupuk dan merealokasikan sebagian dari anggaran yang ada di Pemerintah Daerah untuk melakukan subsidi angkutan di sektor pangan agar tepat sasaran.

"Dari sisi transportasi transportasi idealnya pemerintah memberikan subsidi transportasi publik yang cukup signifikan misalnya penurunan tarif transportasi sebesar 30 persen untuk transportasi publik seperti commuter line, angkutan kota di seluruh daerah-daerah," bebernya. 

Menurutnya, dengan cara itu beban masyarakat akan lebih ringan karena peralihan dari kendaraan pribadi ke umum tidak perlu ada penambahan biaya. 

Terakhir, saran Bhima, pemerintah perlu menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Sebab Rupiah akan memainkan peran yang cukup signifikan dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi.

"Karena biaya impor menjadi lebih mahal akibat pelemahan Rupiah," pungkasnya. 

(DES)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement