sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Ketergantungan Devisa Sawit dan Batubara Hambat Progress Konversi EBT

Economics editor Suparjo Ramalan
02/06/2021 15:40 WIB
Pemerintah menargetkan Indonesia bakal memproduksi listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT) pada 2060.
Pemerintah menargetkan Indonesia bakal memproduksi listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT) pada 2060.  (Foto: MNC Media)
Pemerintah menargetkan Indonesia bakal memproduksi listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT) pada 2060. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah menargetkan Indonesia bakal memproduksi listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT) pada 2060. Proyek tersebut akan dilakukan secara bertahap setiap tahunnya sesuai dengan peta jalan yang telah disusun.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, saat ini pemerintah tengah melakukan sinkronisasi kebijakan antar kementerian. Kendati demikian, proyek itu diperkirakan sedikit terhambat lantaran ketergantungan pemerintah terhadap devisa dari sawit dan batubara sangat tinggi.

“Ini yang sedang kita bangun dan ingat ada pemasukan yang Indonesia perlukan saat ini salah satunya dari alam kita. Sekarang pemasukan Indonesia mencari dolar memang dalam kondisi yang seperti ini (pandemi Covid-19) adalah melalui sawit dan batubara,” ujar Erick di Gedung Kementerian BUMN, Rabu (2/2/2021).

Menurut dia, kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Sebab, sebagian besar negara di Eropa menganggap produk sawit merupakan produk tak ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan produk sawit.

Saat ini pemerintah tengah melakukan negosiasi agar sawit dapat kembali diterima di Eropa. Sedangkan penggunaan batubara untuk pembangkit listrik akan dikurangi kapasitasnya secara bertahap dan beralih ke hydro power dan solar panel.

“Perubahan dari energi fosil ke renewable energy perlu uang dan investasi. Tidak mungkin yang itu (energi kotor) besok dimatikan, yang di sana itu tiga tahun lagi harus mati karena kita harus bangun energi terbarukan ini yang harus disinkronisasikan semua,” katanya. 

Sebelumnya, Institute for Essential Services Reform (IESR) meminta pemerintah untuk segera beralih ke energi terbarukan dalam memproduksi listriknya. 

Sebab, biaya produksi yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan menggunakan batubara. Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, upaya tersebut merupakan gebrakan baru yang patut dapat apresiasi. Langkah ini juga sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat Indonesia dalam menjaga kelestarian alam dan perubahan iklim.

“Kalau PLTU sekarang kalau bangun pembangkit baru harga produksi listrik USD6,5 sen per kwh, sementara PLTS yang pembangunnya oleh PLN itu harganya USD5,8 sen per kwh,” kata Fabby. (TIA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement