Insentif Kendaraan Listrik Menjadi Game-Changer Indonesia untuk Industri Kendaraan Listrik
“Kebijakan program insentif ini adalah yang paling tepat, karena dengan perubahan ini, maka Indonesia akan sangat menarik berbagai produsen kendaraan listrik yang sebelumnya lebih tertarik di Thailand dan Malaysia. Langkah ini menjadi game-changer Indonesia untuk industri kendaraan listrik,” kata Arsjad.
Bagi konsumen, pemerintah telah memberikan bantuan berupa potongan harga sebesar Rp7 juta untuk pembelian motor listrik baru melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan motor listrik konversi melalui Kementerian Perindustrian. Bantuan ini akan berlaku selama dua tahun, yaitu tahun 2023 hingga 2024, dan hanya untuk 1 juta motor listrik baru dan konversi.
Bagi para pelaku industri kendaraan listrik, terdapat insentif fiskal yang diberikan yaitu, tax holiday hingga 20 tahun, super deduction hingga 300 persen untuk pengembangan dan penelitian, pembebasan PPN untuk barang tambang termasuk bijih nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai, pembebasan PPN atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor, dan PPNBM untuk mobil listrik dalam negeri serta program Kementerian Perindustrian sebesar 0% dibandingkan kendaraan PPNBM non listrik 15%.
Selain itu, biaya masuk impor mobil atau Incompletely Knock Down (IKD) dan bea masuk Completely Knock Down (CKD) juga akan ditiadakan melalui kerjasama FPI dan CEPA termasuk Korea dan China. Terakhir, pajak daerah berupa pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN) kendaraan bermotor dan pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 90%. Secara akumulatif, insentif-insentif tersebut akan mencapai 32% harga jual untuk mobil listrik dan 18% untuk harga jual motor listrik selama perkiraan masa hak pakainya.
Arsjad Rasjid Bawa Agenda Percepatan Kendaraan Listrik dan Pengembangan Industri EV serta Baterai ke ASEAN
Arsjad Rasjid selaku Ketua ASEAN-BAC menyampaikan bahwa percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia sejalan dengan salah satu isu prioritas ASEAN-BAC terkait pembangunan berkelanjutan.
“Kami telah melakukan roadshow ke berbagai negara di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam, seluruhnya mengatakan bahwa dekarbonisasi industri, beberapa diantaranya melalui penggunaan kendaraan listrik serta industri manufaktur kendaraan listrik dan baterai perlu terus untuk kita kembangkan,” kata Arsjad.
Untuk mendukung adanya dekarbonisasi industri, ASEAN Net Zero Hub dan Carbon Center of Excellence telah didirikan untuk mempromosikan kolaborasi, berbagi pengetahuan, dan praktik terbaik terkait dekarbonisasi industri serta memungkinkan mekanisme karbon dan kemajuan di seluruh kawasan ASEAN.
(FRI)