Misalnya, terkait pemanfaatan blended finance sebagai instrumen keuangan inovatif untuk pembiayaan proyek SDGs, yang merupakan salah satu tantangan yang dihadapi negara berkembang.
Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman memadai pelaku usaha sektor riil soal skema, project viability, minimnya bankable project, hingga regulasi dan kebijakan yang tumpang tindih.
Berdasarkan Peta Jalan SDGs menuju 2030, kebutuhan pendanaan SDGs Indonesia mencapai Rp67 ribu triliun, dengan selisih kebutuhan pendanaan sekitar Rp14 ribu triliun. Untuk mengatasinya, sektor privat Indonesia perlu bersinergi melalui outreach and engagement melalui joint innovative mechanism yang mampu mengakselerasi mobilisasi investasi berkelanjutan, sekaligus bersinergi dengan jejaring bisnis skala global maupun regional sebagai ecosystem enabler.
Kemitraan dan aliansi konteks regional yang akan didorong GISD Alliance periode mendatang, diyakini mampu menjembatani pilot initiatives, mengumpulkan data untuk validasi skema dan instrumen pendanaan yang dihasilkan GISD Alliance, juga menggunakannya sebagai business case yang bisa diadopsi sektor swasta saat melakukan melakukan investasi.
Laporan UN Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyebutkan, negara berkembang membutuhkan dana USD 4 triliun setiap tahun untuk menutup kesenjangan investasi dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).