IDXChannel - Kondisi deflasi yang selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei sampai Agustus 2024 dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga tak mampu mewujudkan target sebesar 5,2 persen.
"Implikasi deflasi berakibat ke pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan ada di level liam persen, atau di bawah target 5,2 persen," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, Minggu (8/9/2024).
Menurut Bhima, kondisi deflasi akan menyebabkan beberapa perusahaan enggan untuk melakukan ekspansi bisnis, sehingga berdampak pada penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Kondisi pengangguran akibat sulitnya mendapatkan pekerjaan ini lah yang membuat konsumsi masyarakat rawan terkoreksi.
"Deflasi juga akibatkan perusahaan menahan laju ekspansi bahkan bisa menurunkan rekrutmen karyawan baru<" ujar Bhima.
Bhima menjelaskan, deflasi yang terjadi dalam tiga bulan terakhir ini tidak hanya sekadar dipengaruhi oleh harga pangan yang turun, melainkan juga sisi permintaan yang rendah.
Hal ini, dikatakan Bhima, bisa dilihat dari inflasi inti yang cukup rendah pada bulan Agustus, yaitu 0,2 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi selama empat bulan berturut sejak Mei hingga Agustus 2024. Pada pengumuman Agustus 2024 yang lalu, terjadi deflasi sebesar 0,03 persen.
Terjadi penurunan indeks harga konsumen (IHK) dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024. Sementara, secara year on year terjadi inflasi sebesar 2,12 persen dan secara tahun kalender terjadi inflasi 0,87 persen.
"Kondisi deflasi ini ada kaitan dengan jumlah kelas menengah yang jumlahnya menurun dan perubahan pola menahan belanja non-kebutuhan pokok. Upah kenaikannya terlalu kecil, investasi yang masuk makin tidak berkualitas, serapan kerja terbatas sehingga banyak beralih ke pekerjaan sektor informal," ujar Bhima.
Bagi negara berkembang dengan populasi usia produktif yang besar, dikatakan Bhima, kondisi deflasi merupakan hal yang cukup anomali. Terlebih, masih terjadi bonus demografi sampai 2036.
"Ada yang bermasalah secara struktural ekonomi," ujar Bhima.
(taufan sukma)