Di sisi lain, kata dia, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah insentif fiskal, serta inovasi pembiayaan untuk menjembatani kesenjangan ini dan menciptakan dana katalis untuk investasi dalam proyek hijau dan mengembangkan industri hijau.
"Insentif tersebut antara lain tax holiday, tax allowance, fasilitas PPN, bahkan pajak properti. Kami juga menemukan instrumen, seperti menerbitkan sukuk hijau dan obligasi SDG di tingkat global dan domestik. Obligasi SDG dan obligasi sukuk hijau kami diharapkan akan mengurangi 10,6 juta emisi CO2," ungkap Sri.
Dari sudut pandang legislatif, Sri Mulyani memahami dengan jelas komitmen ini perlu didukung oleh kerangka regulasi yang konsisten. Itu sebabnya Indonesia baru saja mengeluarkan kerangka peraturan tentang penetapan harga karbon (carbon pricing) dan juga undang-undang penting yang memperkenalkan pajak karbon.
"Kebijakan ini akan menggunakan instrumen perdagangan karbon dan yang non-perdagangan termasuk pajak karbon untuk menginternalisasi biaya eksternal emisi gas rumah kaca di bawah prinsip polluter pays," pungkas Sri Mulyani.
(YNA)