Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Perdagangan karbon itu sendiri diimplementasikan melalui dua mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi.
Sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGEO untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga.
Pada kuartal III-2022, Pertamina Geothermal Energy membukukan laba bersih sebesar USD111 juta, tumbuh 67,8 persen dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD66 juta.
“Net profit margin pada sembilan bulan pertama 2022 mencapai 38,8 persen, dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang hanya 24 persen,” ujar Nelwin.
Adapun, pendapatan perseroan hingga September 2022 sebesar USD287 juta, tumbuh 3,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD277 juta. Selain itu, perseroan juga berhasil mencatatkan EBITDA sebesar USD244 juta hingga September 2022, naik 10,1 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD221 juta.
“EBITDA margin PGE pada kuartal III-2022 mencapai 84,7 persen, naik cukup tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir yang berkisar di 80 persen,” jelas Nelwin.
Sementara itu, total utang PGEO (utang jangka pendek dan jangka panjang) juga terus menurun, dari USD1,18 miliar pada 2019 menjadi USD931pada kuartal III-2022.
Adapun, rasio total debt terhadap EBITDA tercatat 4,6 kali pada 2019 dan turun menjadi tiga kali per September 2022, sedangkan net debt terhadap EBITDA turun menjadi 2,2 kali per September 2022, dari empat kali pada 2019.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury juga telah berkali-kali mengatakan tengah mendorong BUMN untuk mulai melakukan perdagangan karbon, kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.
Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).
Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, energi dan transportasi yang telah mencakup 97 persen dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.
Patut diketahui, Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris untuk menurunkan emisi karbon di negara masing-masing.