sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

LFP vs Nikel untuk Mobil Listrik, Produksi dan Tren di Masa Depan

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
24/01/2024 12:50 WIB
erdebatan tentang penggunaan lithium iron phosphate (LFP) versus nikel untuk kendaraan listrik muncul setelah disinggung dalam acara Debat Pilpres 2024 pada Min
LFP vs Nikel untuk Mobil Listrik, Produksi dan Tren di Masa Depan. (Foto: MNC Media)
LFP vs Nikel untuk Mobil Listrik, Produksi dan Tren di Masa Depan. (Foto: MNC Media)

Preferensi Produsen

Pada 2022, sekitar 60 persen litium, 30 persen kobalt, dan 10 persen permintaan nikel ditujukan untuk baterai kendaraan listrik. Lima tahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 2017, pangsanya masing-masing sekitar 15 persen, 10 persen, dan 2 persen.

Seperti yang telah terlihat pada litium, penambangan dan pengolahan mineral penting ini perlu ditingkatkan secara cepat untuk mendukung transisi energi, tidak hanya untuk kendaraan listrik namun secara lebih luas untuk mengimbangi laju permintaan akan teknologi energi ramah lingkungan.

Reuters melaporkan pada pertengahan 2023, industri otomotif mulai berupaya memproduksi kendaraan listrik yang lebih terjangkau. Baterai merupakan salah satu komponen termahal. LFP adalah salah satu bahan yang dilirik sebagai bahan pilihan baterai kendaraan listrik.

Popularitas senyawa kimia yang dikenal sebagai LFP sebagian disebabkan oleh permasalahan lingkungan dan geopolitik. Namun kemajuan teknologi juga telah mengurangi kesenjangan kinerja dengan material yang lebih banyak digunakan seperti nikel dan kobalt.

Reuters mencatat, LFP adalah jenis bahan baterai yang dianut oleh pemimpin industri EV Tesla dua tahun lalu dan telah memicu minat baru terutama di AS. Terlihat dari sejumlah produsen dalam dan luar negeri yang telah menjanjikan fasilitas produksi baru senilai lebih dari USD11 miliar.

Dua produsen mobil terbesar dunia, Toyota Motor dan Hyundai Motor, keduanya telah mengumumkan rencana untuk melengkapi kendaraan masa depan mereka dengan baterai LFP.

“LFP lebih murah dibandingkan kobalt dan nikel, dan semua mineral dapat diperoleh di Amerika Utara (yang berarti) biaya transportasi yang jauh lebih rendah dan rantai pasokan yang lebih aman,” kata Stanley Whittingham, profesor di Universitas Binghamton di New York dan Peraih Nobel 2019 atas karyanya pada baterai lithium ion.

Hyundai Motor Group menegaskan hal ini dan berencana memproduksi baterai LFP secara mandiri untuk mendukung harga kendaraan listrik yang lebih terjangkau.

Menurut laporan media lokal pada November 2023 lalu, produsen mobil asal Korea Selatan itu akan menyelesaikan pengembangan baterai LFP-nya pada 2024. Ini artinya, posisi LFP saat ini lebih dipertimbangkan dibanding nikel sebagai bahan pembuat baterai mobil listrik. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement