Menurut Komaidi, rendahnya hasil lifting migas akan menyebabkan pemerintah semakin sulit untuk dapat mengintervensi harga BBM. Dengan kondisi yang ada, kebutuhan minyak atau BBM dalam negeri sebagian besar akan dipenuhi dari impor.
“Untuk ketahanan pasokan energi saya kira masih bisa dijaga. Namun aspek kemandirian yang saya kira akan bermasalah. Kalo ketahanan energi asal punya uang dan ada (minyak) yang dibeli masih bisa diusahakan,” kata Komaidi saat dihubungi tim riset IDX Channel.
Adapun Komaidi lebih lanjut menerangkan hal yang perlu diwaspadai selanjutnya adalah neraca perdagangan migas yang semakin mengalami defisit.
“Neraca dagang migas berpotensi defisit dengan nominal yang semakin besar. Kombinasi volume impor dan pelemahan rupiah adalah penyebabnya,” imbuh Komaidi.
Di tengah dinamika kenaikan harga minyak dan menguatnya dolar terhadap rupiah, nasib neraca dagang migas RI ke depan kian mengkhawatirkan.
Diketahui impor migas RI sepanjang 2022 tercatat terus meroket. Impor tertinggi terjadi di bulan Juli dengan nilai mencapai USD4,45 miliar. Adapun di bulan berikutnya turun dengan nilai USD3,7 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kenaikan impor migas pada bulan Juli juga meninggalkan luka mendalam terhadap neraca perdagangan migas yang mencapai minus USD3,08 miliar. Angka ini menjadi defisit tertinggi sepanjang tahun 2022 hingga bulan Agustus. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dengan nilai rupiah yang semakin terperosok atas dolar Amerika Serikat (AS), kenaikan impor migas tentu akan semakin membebani neraca perdagangan. Selama ini, pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri dipenuhi melalui jalan impor.
Diketahui sebelumnya rupiah terpuruk hingga 0,39% melawan dolar AS ke Rp 15.845/USD pada perdagangan Senin (17/10). Rupiah terus menunjukkan tren negatif dalam 5 pekan berturut-turut. Kondisi ini menjadikan rupiah pada level terlemah sejak April 2020.
Di tambah lagi, dampak keputusan OPEC+ yang akan memangkas produksi migas global juga perlu menjadi perhatian para pemangku kebijakan di Tanah Air. Utamaya terhadap pemenuhan pasokan BBM dalam negeri
“Indonesia perlu hati-hati menyikapi kebijakan OPEC tersebut. Berpotensi ada dua dampak. Pertama volume minyak di pasar akan turun. Kedua, harga minyak berpotensi lebih tinggi,” pungkas Komaidi. (ADF)