sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Lima Karakteristik Ketidakpastian yang Bikin Ekonomi Global Redup di 2024

Economics editor Michelle Natalia
29/11/2023 21:05 WIB
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, situasi dunia sedang tidak baik-baik saja. Sebab, gejolak atau ketidakpastian masih terjadi hingga saat ini.
Lima Karakteristik Ketidakpastian yang Bikin Ekonomi Global Redup di 2024. (Foto Michelle Natalia/MPI)
Lima Karakteristik Ketidakpastian yang Bikin Ekonomi Global Redup di 2024. (Foto Michelle Natalia/MPI)

IDXChannel - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, situasi dunia sedang tidak baik-baik saja. Sebab, gejolak atau ketidakpastian masih terjadi hingga saat ini.

Perang Rusia-Ukraina, perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, dan kini konflik Israel-Palestina. Fragmentasi geopolitik ini, katanya, kemudian berdampak pada fragmentasi geoekonomi.

Akibatnya, prospek ekonomi global akan meredup pada 2024, sebelum mulai bersinar kembali pada 2025.

"Ketidakpastian global ini masih tinggi dengan lima karakteristik. Pertama, adalah slower and divergent growth," ungkap Perry dalam Pertemuan Tahunan BI 2023 di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Perry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi global akan menurun di 2,8 persen pada 2024 sebelum meningkat ke 3 persen pada 2025, dengan ekonomi AS yang masih baik, China melambat, sementara India dan Indonesia diproyeksikan tumbuh tinggi. 

"Kedua, gradual disinflation, penurunan inflasi lambat meski pengetatan moneter agresif di negara maju baru akan turun di 2024. Itupun masih di atas target karena harga energi dan pangan global, dan juga keketatan pasar tenaga kerja," sambung Perry.

Ketiga, lanjut Perry, adalah higher for longer untuk Fed Funds Rate (FFR) yang diramal akan tinggi pada 2024, dengan yield US treasury terus meningkat karena utang AS yang membengkak. 

"Keempat adalah strong dollar, dolar AS masih kuat mengakibatkan depresiasi nilai tukar seluruh dunia termasuk Rupiah," sambung Perry.

Yang kelima adalah cash is the king, berupa pelarian modal dalam jumlah besar dari emerging market ke negara maju, sebagian besar ke AS karena tingginya suku bunga dan kuatnya dolar AS.

"Kelima gejolak tersebut berdampak negatif ke berbagai negara, termasuk Indonesia tidak terkecuali. Perlu kita waspadai dan antisipasi dengan respon kebijakan yang tepat untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional yang susah payah kita bangun," pungkas Perry.

(YNA)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement