Perry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi global akan menurun di 2,8 persen pada 2024 sebelum meningkat ke 3 persen pada 2025, dengan ekonomi AS yang masih baik, China melambat, sementara India dan Indonesia diproyeksikan tumbuh tinggi.
"Kedua, gradual disinflation, penurunan inflasi lambat meski pengetatan moneter agresif di negara maju baru akan turun di 2024. Itupun masih di atas target karena harga energi dan pangan global, dan juga keketatan pasar tenaga kerja," sambung Perry.
Ketiga, lanjut Perry, adalah higher for longer untuk Fed Funds Rate (FFR) yang diramal akan tinggi pada 2024, dengan yield US treasury terus meningkat karena utang AS yang membengkak.
"Keempat adalah strong dollar, dolar AS masih kuat mengakibatkan depresiasi nilai tukar seluruh dunia termasuk Rupiah," sambung Perry.