“Dari sisi impor, justru 90 persen kita konsisten selama 10 tahun terakhir, yang kita impor itu adalah produk-produk manufaktur. Sementara 10 persennya itu hanya komoditas,” terangnya.
Disamping itu, ia juga berpendapat karena China memiliki daya tawar yang lebih besar pada produk-produk berteknologi tinggi, maka penggunaan RMB akan menjadi lebih dominan.
“Terlebih lagi indeks perkembangan keuangan China yang lebih tinggi terhadap Indonesia, itu nanti akan semakin mendorong penggunaan RMB dalam perdagangan,” tuturnya.
Ia menambahkan, dalam tataran makro perlu adanya upaya untuk membuat mata uang Rupiah menjadi lebih menarik untuk digunakan dalam kerjasama Indonesia dengan China. Untuk itu, perlu meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan terhadap Rupiah dengan didukung oleh kebijakan ekonomi makro yang tepat termasuk mengurangi risiko volatilitas nilai tukar Rupiah. (NDA)