sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Konflik Israel-Palestina: Nasib Perdagangan Dunia, Inflasi, dan Harga Minyak

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
03/11/2023 07:30 WIB
Konflik Israel dan Palestina yang masih berkecamuk di Timur Tengah diprediksi akan berdampak bagi perekonomian global.
Konflik Israel-Palestina: Nasib Perdagangan Dunia, Inflasi, dan Harga Minyak. (Foto: MNC Media)
Konflik Israel-Palestina: Nasib Perdagangan Dunia, Inflasi, dan Harga Minyak. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Konflik Israel dan Palestina yang masih berkecamuk di Timur Tengah diprediksi akan berdampak bagi perekonomian global. Bank Dunia memperingatkan saat ini perekonomian global berada pada ‘titik berbahaya’ karena eskalasi konflik Timur Tengah yang semakin meluas.

Kini, ketika serangan militer Israel meningkat dan perang di Gaza semakin memanas, kondisi ini dapat memukul perekonomian global dan menguji ketahanannya.

Eskalasi konflik Israel-Palestina ini membuat investor di seluruh dunia juga semakin khawatir akan dampak perang ini. Mengingat gambaran pertumbuhan ekonomi global yang sudah suram.

Serangan Hamas pada 7 Oktober lalu di Israel selatan adalah babak terbaru dari siklus kekerasan yang telah berlangsung di wilayah ini selama beberapa dekade dan, sayangnya, tampaknya belum akan berakhir.

Meskipun alasan di balik peristiwa-peristiwa ini rumit, potensi dampak ekonomi jangka pendek dan jangka panjang dari konflik ini lebih nyata untuk dilihat.

Tahun lalu, dunia sudah dibuat pusing dengan dampak ekonomi dari perang Rusia-Ukraina.

Saling ketergantungan rumit yang membentuk lanskap ekonomi dan geopolitik global membuat pecahnya perang Israel-Palestina kian membuat dunia semakin sulit.

Waspada Lonjakan Harga Minyak dan Komoditas Lainnya

Volatilitas harga minyak adalah indikator pertama yang harus dilihat sebagai tolok ukur arah perekonomian dunia.

Risiko geopolitik di Timur Tengah saat ini terus memberikan tekanan pada harga minyak.

Meski dalam perkiraan Bank Dunia, sejauh ini dampak konflik tersebut terhadap pasar komoditas global masih terbatas.

Berdasarkan perkiraan dasar Bank Dunia, harga minyak diperkirakan akan naik rata-rata USD90 per barel pada kuartal ini sebelum turun ke rata-rata USD81 per barel pada tahun depan seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Saat ini, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) sudah naik di atas USD81 per barel dan Brent naik USD85,58 per barel pada Kamis (2/11/2023).

Harga minyak secara keseluruhan telah meningkat sekitar 6 persen sejak dimulainya konflik. (Lihat grafik di bawah ini.)

Namun, selain risiko geopolitik, ada ancaman lain berupa kenaikan suku bunga. Dalam pertemuan terbaru, The Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS) menetapkan kebijakan jeda suku bunga kedua berturut-turut.

Meski demikian, ketua The Fed Jerome Powell masih tetap membuka peluang untuk melakukan pengetatan moneter lebih lanjut di tengah tingginya inflasi dan momentum ekonomi yang kuat.

Secara keseluruhan, menurut Bank Dunia, harga komoditas pertanian, sebagian besar logam, dan komoditas lainnya hampir tidak mengalami perubahan.

Harga komoditas secara keseluruhan diperkirakan turun 4,1 persen tahun depan.

Secara khusus, harga komoditas pertanian diperkirakan akan menurun pada tahun depan seiring dengan meningkatnya pasokan.

Harga logam dasar juga diperkirakan turun 5 persen pada 2024. Secara keseluruhan, harga komoditas diperkirakan akan stabil pada 2025.

Sebagai perbandingan, harga beberapa komoditas di atas sempat meroket dampak dari adanya perang Rusia-Ukraina tahun lalu.

Meski demikian, prospek harga komoditas akan cepat suram jika konflik Israel-Palestina akan semakin meningkat.

Laporan Bank Dunia menguraikan apa yang mungkin terjadi dalam tiga skenario risiko berdasarkan pengalaman historis sejak tahun 1970-an.

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement