sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menakar Dampak Ekonomi Imbas Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan Malang

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
03/10/2022 12:22 WIB
Liga 1 terancam bubar akibat tragedi Kanjuruhan. Dampak ekonomi dari gelaran sepak bola terancam kembali meredup setelah sebelumnya terhantam pandemi Covid-19.
Menakar Dampak Ekonomi Imbas Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan Malang. (Foto: MNC Media)
Menakar Dampak Ekonomi Imbas Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan Malang. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Tanggal 1 Oktober 2022 menjadi Sabtu kelabu dalam sejarah sepak bola Tanah Air, bahkan dunia. Laga pertandingan Arema FC versus Persebaya FC yang digelar di stadion Kanjuruhan, Malang menyisakan tragedi pilu.

Sebanyak 153 orang dinyatakan menjadi korban tewas dalam kerusuhan yang berlangsung setelah pertandingan berakhir, menurut update terbaru Komnas HAM.

Sebelumnya, pihak kepolisian menyebut ada 127 orang yang meninggal dunia akibat kerusuhan tersebut. Kerusuhan terjadi usai pertandingan antara Arema versus Persebaya berakhir dengan skor 2-3. Pertandingan dimenangkan Persebaya Surabaya.

Sebanyak 125 Aremania dikabarkan menjadi korban tewas dalam insiden tersebut. Sementara itu, terdapat dua anggota kepolisian yang juga dikabarkan tewas. Mayoritas para korban meninggal dunia karena sesak nafas dan terinjak-injak usai pihak kepolisian melempar gas air mata untuk melerai kerusuhan.

"Dalam kejadian tersebut telah meninggal 127 orang, dua diantaranya anggota Polri, dan 125 yang meninggal, di stadion ada 34," beber Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta di Mapolres Malang.

Tragedi berdarah ini semakin menambah daftar panjang tragedi sepak bola Tanah Air. Selain korban jiwa, dampak ekonomi pun dirasakan cukup signifikan.

Dampak berhentinya liga akibat tragedi ini juga pasti akan memukul industri sepak bola nasional. Terlebih, Liga 1 Indonesia baru saja memulai kembali kompetisi setelah sebelumnya mandeg akibat pandemi Covid-19.

Berhentinya kompetisi Liga 1 pada 2020 akibat pandemi Covid-19 sebelumnya berdampak siginifikan pada geliat ekonomi nasional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia, akibat mandeknya kompetisi tersebut kerugian ditaksir mencapai Rp2,7 triliun hingga Rp3 triliun dalam setahun.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kepada PSSI menyetop sementara turnamen Liga 1 setelah Tragedi Kanjuruhan ini.

Liga 1, Bisnis Seksi Terhantam Tragedi

Sepak bola telah menjelma menjadi industri dengan perputaran uang yang besar. Pangsa pasar industri sepak bola seolah tak ada matinya dengan rata-rata konsumen yang dikategorikan loyal.

Penjualan tiket pertandingan Arema vs Persebaya ini terbagi ke dalam tiga kategori, yakni ekonomi  sebanyak 37.980 lembar, VIP 1.880 lembar, VVIP 200 lembar, sedangkan sisanya 1.940 untuk sponsor dan tamu undangan. Adapun harga tiket yakni VVIP Rp 250 Ribu, VIP Rp 150 ribu dan ekonomi Rp 50 ribu. 

Secara jumlah tiket yang dijual masih memenuhi kapasitas stadion Kanjuruhan. Jika semua tiket ludes terjual, maka pendapatan yang bisa dikantongi panitia adalah tiket ekonomi Rp 1,9 miliar, VIP Rp 282 juta, dan VVIP Rp 50 juta dengan total pendapatan Rp2,23 miliar. Pendapatan tersebut belum berasal dari sponsor dan partneship yang mungkin diperoleh panitia.

Jika berkaca pada Liga Inggris, dampak ekonomi yang ditimbulkan terbilang cukup signifikan.

Dalam laporan berjudul EY Economic Impact Analysis of the Premier League, di musim 2013-2014, Liga Premier mampu mendatangkan pendapatan pajak hingga £2,4 miliar, menciptakan lapangan kerja di Inggris hingga 100 ribu lebih, pendapatan tambahan kotor terhadap PDB Inggris hingga £3,4 miliar, dan pendapatan hak siar International sebesar £722 juta.

Kompetisi Liga Premier, yang terdiri dari 380 pertandingan dalam sembilan bulan, dijalankan secara komersial dan menghasilkan berbagai pendapatan. Di antara sumbernya termasuk dari tiket, merchandising dan pendapatan siaran.

Daya tarik sepak bola Liga Premier untuk penonton domestik dan global telah membantu meningkatkan dampak ekonomi Inggris secara signifikan. Terutama dalam menarik pariwisata internasional, pendapatan penyiaran, hingga investasi asing.

Di seluruh dunia, Liga Premier menjadi magnet di 185 negara dan disiarkan untuk 730 juta penonton. Dengan semakin populernya sepak bola klub Inggris dan munculnya pasar TV berbayar, Liga Premier mampu mencapai pendapatan siaran yang jauh lebih besar dari level sebelumnya.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 1992/93, musim pertama Liga Inggris, total hak siar terjual lebih dari £40 juta per tahun. Adapun pada musim 2013/14 total hak siar Liga andalan negeri Monarki ini bernilai lebih dari £1,7 miliar.

Efek ekonomi yang sama juga dirasakan di berbagai gelaran sepak bola di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.

Menurut riset LPEM UI, efek berganda ekonomi Liga 1 jika menelisik data musim kompetisi 2018-2019 perputaran uang langsung diperkirakan mencapi Rp1,35 triliun.

Rinciannya, pada tahun tersebut pengeluaran untuk tiket penonton mencapai Rp171, 82 miliar dengan menarik sekitar 2,86 juta penonton. Pengeluaran penonton untuk transportasi diperkirakan mencapai Rp85,91 miliar, dengan pengeluaran untuk makan minum di angka yang sama.

Sedangkan pengeluaran untuk marchandise dari penggemar mencapai Rp300 miliar. Sementara iklan untuk kompetisi musim tersebut senilai Rp180 miliar, iklan televisi Rp354 miliar dan sponsor klub Rp180 miliar.

Selain itu, kerusakan infrastruktur yang menjadi buntut kerusuhan juga penting diperhitungkan.

Stadion Kanjuruhan yang berlokasi di Jalan Trunojoyo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang ini dibangun sejak tahun 1997 silam. Dengan kapasitas yang menampung hingga 42.449 penonton, pembangunan stadion kebanggaan Arema Malang ini menelan biaya hingga Rp 35 miliar.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement