sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menakar Kemampuan Melunasi Utang RI Rp6.570,17 Triliun, Ini Kata Ekonom

Economics editor Azhfar Muhammad
01/09/2021 10:42 WIB
Porsi utang pemerintah tercatat tekah mencapai Rp6.570,17 triliun, dari bulan sebelumnya (month to month) sebesar Rp6.554,56 triliun.
Menakar Kemampuan Melunasi Utang RI Rp6.570,17 Triliun, Ini Kata Ekonom. (Foto: MNC Media)
Menakar Kemampuan Melunasi Utang RI Rp6.570,17 Triliun, Ini Kata Ekonom. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Porsi utang pemerintah tercatat telah mencapai Rp6.570,17 triliun, dari bulan sebelumnya (month to month) sebesar Rp6.554,56 triliun. Pemerintah disarankan agar serius dan optimis dalam mendorong rasio pemungutan pajak hingga 11 persen.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan untuk mengurangi beban utang negara pemerintah harus melihat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN). 

“Pemerintah harus melihat postur anggaran sudah ideal apa belum dari sisi belanja. Catatan Penggunaan dana APBN untuk pemda, dimana dalam kondisi krisis masih ada Rp172,5 triliun dana pemda yang disimpan di perbankan per Mei 2021,” kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (1/9/2021). 

Bhima mengatakan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat juga masih besar porsinya untuk membiayai birokrasi seperti belanja pegawai yang rata-rata 32,4% dari total belanja pemerintah daerah. 

“Kemudian bagaimana serapan belanja pemerintah terkait anggaran kesehatan dan perlindungan sosial dalam PEN. Kalau ada pembenahan serius sebenarnya beban utang bisa ditekan. Ini masalah politik anggaran arahnya kesana atau tidak?” ujarnya.

Bhima menyebut pemerintah juga perlu mewaspadai kemampuan bayar utang luar negeri berkaitan dengan penerimaan valas. 

“Kalau pinjam dalam bentuk dolar harus kembalikan dalam bentuk dolar. Masalahnya, apakah kekuatan ekspor kita berkualitas dan meningkat konsisten? Belum tentu, selama utang luar negeri nya tidak memacu kinerja ekspor secara maksimal. 

Hal tersebut dapat  terlihat dari debt service ratio atas ekspor di 27,9% tahun 2020 yang artinya kinerja utang belum dibarengi kenaikan sektor produktif ekspor. 

“Tahun 2022 tantangan terhadap kenaikan beban utang makin tinggi bukan saja karena defisit APBN, tapi juga tantangan tapering off bank sentral negara maju serta risiko kenaikan suku bunga SBN untuk menahan laju capital outflow. Pemerintah akan terus berutang dalam laju yang sangat cepat, bahkan belum ada bandingannya dalam sejarah Indonesia,” paparnya. 

Ke depan, besar harapan dengan reformasi pajak khususnya pencegahan penghindaran pajak lintas negara, peningkatan pajak dari perusahaan over the top, pajak karbon dan kenaikan tarif pajak orang kaya (high net worth individual) bisa meningkatkan rasio pajak. 

“Asal pemerintah serius ada optimisme rasio penerimaan pajak bisa mencapai di angka 11% dalam 3-4 tahun ke depan,” pungkasnya. (TYO)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement