sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Menjaga Standar Operasional di 50 Cabang dengan 1 Platform Digital

Economics editor Shifa Nurhaliza Putri
15/12/2025 19:05 WIB
Indonesia memiliki tantangan besar dalam menjaga keseragaman operasional bagi perusahaan dengan banyak cabang seperti ritel, bank, perkebunan, atau logistik.
Menjaga Standar Operasional di 50 Cabang dengan 1 Platform Digital. (Foto: Ilustrasi)
Menjaga Standar Operasional di 50 Cabang dengan 1 Platform Digital. (Foto: Ilustrasi)

IDXChannel - Indonesia memiliki tantangan besar dalam menjaga keseragaman operasional bagi perusahaan dengan banyak cabang seperti ritel, bank, perkebunan, atau logistik. Hal ini karena setiap cabang sering kali melakukan pembelian barang secara lokal tanpa koordinasi dengan kantor pusat. 

Akibatnya, harga barang kebutuhan operasional (MRO) menjadi berbeda-beda, kualitas tidak seragam, dan rawan praktik mark-up. 

Dalam kondisi seperti ini, penggunaan platform digital terpusat menjadi solusi penting untuk mengontrol pengadaan di seluruh cabang agar standar dan efisiensi tetap terjaga. Lantas, bagaimana cara menjaga standar operasional tersebut? 

Mengapa Desentralisasi Pengadaan Berbahaya?

Sistem pengadaan yang berjalan secara terpisah di setiap cabang memang sering dianggap fleksibel. Padahal, dalam kenyataannya justru membawa banyak risiko bagi perusahaan. Berikut empat alasan utama mengapa desentralisasi pengadaan berbahaya bagi stabilitas operasional dan keuangan perusahaan.

1. Disparitas Harga yang Ekstrem

Harga barang yang sama bisa berbeda jauh antar daerah. Misalnya, satu rim kertas atau sarung tangan safety di Jakarta dapat 50–100 persen lebih murah dibandingkan harga di Sumatra atau Bali. Hal ini terjadi karena adanya monopoli pemasok lokal yang menentukan harga sesuka hati tanpa kontrol dari pusat. 

2. Standar Kualitas yang Tidak Konsisten

Tanpa pengawasan pusat, cabang akan membeli merek apa saja yang tersedia di toko sekitar. Akibatnya, standar keselamatan dan kebersihan menjadi tidak seragam. 

Sebagai contoh, cabang A mungkin menggunakan helm safety bersertifikat ANSI, sedangkan cabang B memakai helm tanpa standar K3. Kondisi tersebut tentunya dapat membahayakan keselamatan. Selain itu, kondisi semacam ini juga dapat merusak citra profesional perusahaan.

3. Risiko Fraud Lokal & Kolusi

Kedekatan antara staf pengadaan cabang dan pemasok lokal sering membuka peluang kolusi. Mark-up harga atau pemberian kickback menjadi sulit dideteksi karena tidak adanya kontrol langsung dari HQ.

4. Buta Data Pengeluaran

Manajemen di kantor pusat sering kali baru menerima laporan pengeluaran di akhir bulan. Akibatnya, tidak ada visibilitas real-time terhadap pengeluaran harian cabang, misalnya di Papua. Keputusan strategis pun menjadi lambat.

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement