Dia menjelaskan, penelitian ini menunjukkan deposit bawah laut yang besar dari longsor Anak Krakatau 2018 dan struktur internalnya, serta menunjukkan ukuran utuh dan cara bagaimana deposit tersebut diendapkan di dasar laut. Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal prestisius Nature Communications dalam sebuah paper berjudul: “Megablocks on the seafloor reveal that half of Anak Krakatau island collapsed into the sea to cause the 2018 Sunda Strait tsunami, Indonesia”.
Tim juga terlibat dalam menganalisis citra dan foto satelit untuk mempelajari peristiwa longsor di atas permukaan laut. Dengan menganalisis citra satelit (terutama dari COSMO-SkyMed) dan foto, para ilmuwan dapat menjelaskan tingkat keruntuhan subaerial secara menyeluruh.
Dr. Mirzam melanjutkan, tim menghitung bahwa separuh pulau runtuh, menunjukkan runtuhan yang jauh lebih luas atau besar daripada yang diperkirakan sebelumnya. Citra satelit juga menunjukkan pembebanan sisi barat daya Anak Krakatau dengan lava dan ejecta pada bulan-bulan sebelum longsor. Pada saat yang sama deformasi, patahan dan ventilasi gas ditemukan telah terjadi di pulau tersebut dan menggambarkan perkiraan area yang akan runtuh. Proses-proses ini mungkin juga pada akhirnya berkontribusi pada keruntuhan bagian sayap pada tahap selanjutnya.
"Berdasarkan kejadian ini, longsoran yang terjadi cukup besar (~0,214 km3) cukup untuk mengubur Kota London hingga setinggi Katedral St Paul. Blok-blok dari longsoran ini naik hingga 90 meter di atas dasar laut dan menempuh jarak 1.5 km dari Anak Krakatau," jelasnya.
Temuan juga menunjukkan bahwa mega block hasil longsoran tersebut terkikis ke dasar laut dan menghasilkan aliran puing-puing tambahan yang mengalir ke cekungan yang lebih dalam. Namun, yang mengherankan aliran puing-puing dan bagian-bagian tanah longsor kini terkubur di bawah material letusan setinggi 18 meter.