IDXChannel - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Februari suplus sebesar USD5,48 miliar. Pencapaian ini merupakan rekor surplus 34 bulan berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Produksi, BPS, M. Habibullah mengatakan, surplus tersebut berasal dari sektor nonmigas USD6,70 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai USD1,22 miliar.
"Neraca perdagangan Indonesia sampai Februari 2023 surplus selama 34 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020 dan masih dalam tren yang meningkat," ujar Habibullah dalam rilis resmi BPS di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Kemudian ia melaporkan, terkait neraca perdagangan komoditas migas terjadi defisit USD1,22 miliar dengan komoditas penyumbang defisit yaitu minyak mentah dan hasil minyak.
Sementara, neraca perdagangan komoditas nonmigas tercatat surplus sebesar USD6,70 miliar dengan komoditas penyumbang surplus yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, serta besi dan baja.
Lebih lanjut Habibullah memaparkan, dilihat dari asal negara, terdapat tiga negara yang menjadi penyumbang surplus nonmigas terbesar pada Februari 2023 yaitu Amerika Serikat, India, dan Tiongkok.
"Untuk negara Amerika Serikat surplus sebesar USD1,328,4 juta, terbesar pada komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorisnya (bukan rajutan), serta pakaian dan aksesorisnya (rajutan)," bebernya.
Sambung Habibullah, untuk negara India surplus terbesar USD 1,081,0 juta. Komoditas pendukungnya terbesar adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta biji logam, terak, dan abu.
Sedangkan negara Tiongkok surplus terbesar USD999,8 juta dengan komoditas penyumbang adalah besi dan baja, bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati.
Di sisi lain, tiga negara yang menyumbang defisit terdalam pada kinerja neraca perdagangan Februari 2023, yaitu Australia sebesar USD400,4 juta dengan komoditas penyumbang defisitnya yakni serealia, logam mulia dan perhiasan/permata, dan bahan bakar mineral.
Kemudian Thailand sebesar USD342,1 juta dengan penyumbang defisitnya yakni gula dan kembang gula, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, termasuk kendaraan dan bagiannya.
"Lalu negara terakhir yakni Brasil sebesar USD158,8 juta dengan komoditas penyumbangnya yaitu ampas dan sisa industri makanan, serealia, dan biji logam, terak, dan abu," tutup Habibullah. (RRD)