"Buat apa ada program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR), karena yang dibutuhkan adalah HET untuk seluruh minyak goreng curah dari Sabang sampai Merauke. Kalau hanya di beberapa titik, tidak akan menjawab mahalnya harga migor," tutur Bhima.
Dengan adanya aturan baru ini, Bhima justru mengkhawatirkan bakal terjadinya migrasi dari konsumen minyak goreng non-program ke minyak goreng rakyat. Selain itu, dengan adanya kebijakan baru ini pedagang bakal kerepotan melayani konsumen karena harus menjelaskan cara membeli lewat aplikasi atau menunjukkan KTP.
"Kalau pemerintah ingin program migor subsidi, langsung saja ke penerima bantuan dengan data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) atau bagi UMKM penerima BPUPM. Sinkronisasi data tidak perlu pakai PeduliLindungi, cukup gunakan data yang sudah ada," papar Bhima.
Ditambah lagi, Bhima juga menyoroti sasaran minyak goreng rakyat dengan diwajibkannya penggunaan aplikasi PeduliLindungi. Sebab, tak semua masyarakat miskin memiliki handphone. Sehingga hal ini akan mempersulit akses pemenuhan kebutuhan dasar.
"Khawatirnya juga kebijakan ini justru dinikmati kelas menengah, karena mereka lebih memahami teknologi," pungkas Bhima. (TSA)