Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, dikatakan Arifin, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan (offset) emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Kami ingin menambahkan kata mekanisme perdagangan karbon," tutur Arifin.
Tak hanya itu, Arifin juga menegaskan bahwa mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Ketentuan tersebut bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK, yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.
"Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon," ungkap Arifin.
Sementara itu, Arifin menambahkan bahwa pengembangan EBET yang masif di masa mendatang juga tengah meninjau penerapan konten lokal, atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN).
Meski demikian, langkah tersebut perlu memperhitungkan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan, yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan energi baru/energi terbarukan.