"Dalam konteks itu memang sosial media sudah enggak bisa dilupakan sebagai cara penyampaian informasi ke publik. Dalam konteks itu, maka tentunya bagaimana caranya ya artinya harus menggunakan influencer," jelasnya.
Namun menurut dia, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan influencer yang akan dipakai pemerintah. Jika influencer yang dipilih hanya sekedar mempromosikan namun tidak memahami maknanya, maka sama saja dengan membayar buzzer.
"Tapi saya setuju jangan menjadikan influencer itu buzzer. Karena kalau buzzer artinya dia cuma promote-promote-promote ini apa dia enggak ngerti," ucapnya.
Sebab secara pengertian, seorang influencer adalah orang yang berpengaruh sesuai dengan bidangnya. Artinya jika orang tersebut merupakan financial planner, maka apa yang dibicarakan harus yang berkaitan dengan cara mengelola keuangan.
"Jadi kaya tadi influencer itu akan jauh lebih efektif apabila dia bicara di areanya. Ketika dia punya audience doang tapi dia enggak ngerti secara otomatis dia kan menjadi buzzer bukan influencer lagi. Iya kalau hanya sekedar eh posting ini dong posting itu dia enggak ngerti itu artinya jadi buzzer," jelas Enda. (Sandy)