"Kurang greget saja kalau barang lokal itu karena kalau namanya impor itu kan sudah ketahuan barangnya, modelnya, dari segi bahannya, kualitasnya juga bagus semua walaupun barangnya barang second. Tapi kalau mau diganti dengan barang baru kayaknya bukan suatu jalan yang tepat, bukan menyelesaikan masalah itu namanya," ungkap Deri saat ditemui MNC Portal Indonesia usai mengikuti dialog bersama Menteri, Kamis (30/3/2023).
"Jadi menurut saya belum efektif kalau misalnya barang bekas impor ini digantikan dengan barang lokal," tambahnya.
Di samping itu, Deri menuturkan, tindakan pemusnahan pakaian bekas oleh pemerintah membawa dampak buruk bagi usahanya. Pembeli menurun drastis sehingga omzet yang didapat pun turut melandai. Dari sebelumnya Rp 1 juta per hari menjadi sekitar Rp 500 ribu per hari.
Kata dia, konsumen merasa takut membeli barang bekas impor karena pemerintah memberikan kampanye negatif terhadap pakaian second.
"Sangat berkurang (omzetnya). Karena mereka itu di takut-takuti oleh pemerintah. Bahasanya ada virus, padahal tidak. Selama ini Covid ada di Indonesia bahkan kami di sini pedagang thirfting jualan terus enggak ada namanya kematian gara-gara thrifting," bebernya.
Di sisi lain, dia mengatakan dengan situasi sekarang ini harga pakaian bekas impor jadi terdongkrak. Biasanya satu baju dijual seharga Rp 20 ribu, kini naik menjadi Rp 25 ribu.
(FRI)