sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Penembakan Trump hingga Pelemahan Ekonomi China, Ini Dampaknya ke RI

Economics editor Maulina Ulfa
15/07/2024 15:18 WIB
Dua isu penting, yakni insiden penembakan mantan presiden Amerika Serikat (AS) dan data terbaru ekonomi China, memengaruhi pergerakan pasar di awal pekan ini.
Penembakan Trump hingga Pelemahan Ekonomi China, Ini Dampaknya ke RI. (Foto: AP News)
Penembakan Trump hingga Pelemahan Ekonomi China, Ini Dampaknya ke RI. (Foto: AP News)

IDXChannel - Dua isu penting, yakni insiden penembakan mantan presiden Amerika Serikat (AS) dan data terbaru ekonomi China, memengaruhi pergerakan pasar di awal pekan ini, Senin (15/7/2024).

Data terbaru melaporkan, perekonomian China tumbuh 4,7 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal kedua 2024, meleset dari perkiraan pasar sebesar 5,1 persen dan melambat dari pertumbuhan 5,3 persen pada periode sebelumnya.

Ini merupakan kenaikan tahunan terlemah sejak kuartal I-2023, di tengah berlanjutnya penurunan sektor properti, lemahnya permintaan domestik, jatuhnya yuan, dan perselisihan perdagangan dengan negara-negara Barat.

Di China, selain pertumbuhan ekonomi yang lemah, Bank Rakyat China (PBoC) dilaporkan kembali meluncurkan total CNY100 miliar melalui fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) satu tahun kepada lembaga-lembaga keuangan sambil mempertahankan suku bunga pada 2,50 persen seperti yang diharapkan pasar, di tengah upaya bank sentral untuk menstabilkan yuan.

Pelemahan mata uang tetap menjadi kendala utama yang membatasi upaya pelonggaran moneter Beijing, karena hal ini dapat semakin memperlebar kesenjangan imbal hasil (yield gap) dengan negara-negara besar lainnya.

Dengan pinjaman MLF senilai CNY103 miliar yang akan berakhir bulan ini, bank sentral menguras uang tunai bersih sebesar CNY3 miliar dari sistem perbankan.

PBoC juga menyuntikkan CNY129 miliar melalui operasi pembelian kembali tujuh hari dan mempertahankan suku bunga tujuh hari stabil di 1,8 persen.

Di samping itu, pasar bereaksi terhadap upaya pembunuhan mantan Presiden Donald Trump pada akhir pekan. Kondisi ini dikhawatirkan investor dapat berdampak buruk pada lanskap politik AS.

Serangan itu menyebabkan satu peserta kampanye dan pria bersenjata tewas, dan dua peserta lainnya dalam kondisi kritis, sementara Trump terkena peluru.

Para investor kini khawatir bahwa kekerasan lebih lanjut dapat memicu ketidakstabilan politik dan ketidakstabilan pasar, meskipun para analis berpendapat bahwa serangan tersebut meningkatkan peluang Trump untuk merebut kembali Gedung Putih pada November mendatang.

Dampaknya ke Indonesia

Gonjang ganjing ekonomi dan politik di dua negara adidaya yakni AS dan China bisa berdampak pada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lemahnya perekonomian China akan berdampak pada sektor riil di Tanah Air, mengingat negara Tirai Bambu merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.

Sementara gejolak politik yang terjadi di AS bisa membuat kinerja dolar menguat dan membebani mata uang sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Indeks dolar menguat 0,11 persen di level 104,2 pada perdagangan Senin (15/7/2024) pasca insiden penembakan Trump. Seiring kenaikan dolar AS, rupiah dibuka melemah 0,2 persen di level Rp16.164 per USD setelah sebelumnya menguat.

Lesunya ekonomi China semakin membuat pasar khawatir akan prospek pemulihan ekonomi negara tersebut. Diketahui China masih menjadi salah satu negara tujuan ekspor Indonesia.

Indonesia mencatatkan ekspor nonmigas ke China mencapai USD 4,65 miliar per Juni 2024, menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), Selasa (15/7). Angka ini menurun 1,72 persen secara bulanan (month to month) dan tergerus 9,72 persen secara kuartalan. Meskipun secara tahunan nilai ekspor ini masih menguat 1,46 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Sepanjang Januari hingga Juni 2024, China juga tetap merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia dengan nilai ekspor tercatat USD27 miliar (23,06 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai USD12,19 miliar (10,40 persen), dan India USD10,69 miliar (9,12 persen).

Menurut catatan BPS, komoditas utama yang diekspor ke China pada periode tersebut adalah besi dan baja, bahan bakar mineral, dan nikel dan barang daripadanya.

Tak hanya ekspor, RI juga bergantung pada suplai dari China terhadap sejumlah barang-barang impor.

Total nilai impor nonmigas per Juni 2024 mencapai USD11,82 miliar atau turun USD1,28 miliar (9,79 persen) dibandingkan Mei 2024.

Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh bertambahnya nilai impor dari China sebesar USD707,1 juta (11,69 persen), Australia USD267,7 juta (28,43 persen), dan AS USD230,2 juta (23,51 persen).

Dilihat dari peranannya terhadap total impor nonmigas Januari-Juni 2024, kontribusi impor tertinggi masih didominasi oleh China sebesar USD32,44 miliar (35,41 persen), diikuti oleh Jepang USD6,47 miliar (7,06 persen), dan Thailand USD4,87 miliar (5,31 persen).

Sementara pergerakan dolar dan stabilitas politik AS menjadi indikator teramat penting bagi investor, terutama di pasar keuangan saat ini.

Peningkatan dramatis dalam ketegangan dan kekerasan politik AS membayangi pasar dunia pada terlihat dari sejumlah aset-aset Asia yang pertama kali menunjukkan reaksinya.

Di pasar saham dan keuangan Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini bergerak turun dengan pelemahan 0,73 persen di level 7.273 pada pukul 14.44 WIB.

Di samping itu, tercatat berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi pekan lalu periode 8 – 11 Juli 2024, investor asing alias nonresiden tercatat beli neto Rp5,59 triliun terdiri dari beli neto Rp3,00 triliun di pasar SBN, beli neto Rp0,32 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,27 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Namun, sepanjang 2024, berdasarkan data setelmen hingga 11 Juli 2024, nonresiden maish tercatat jual neto Rp28,82 triliun di pasar SBN, jual neto Rp6,75 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp153,20 triliun di SRBI.

Insiden penembakan juga memperkuat harapan Trump menang dalam pemilu mendatang.

Melansir Reuters, kondisi ini membuat para analis memperkirakan apa yang disebut 'Trump-victory trades' dan bisa mendorong dolar yang lebih kuat serta kurva imbal hasil Treasury AS yang lebih curam.

Sebelumnya, pasar sudah khawatir seiring meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga AS hingga dugaan intervensi mata uang Jepang dan data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan.

Sementara, China terus berjuang mengatasi krisis properti yang berkepanjangan di mana membuat geliat investasi semakin tak pasti dan menurunkan kepercayaan konsumen dan permintaan, serta adanya ancaman deflasi. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement