Di sisi lain, proyek hilirisasi dinilai belum berkembang dengan baik, mesti sudah ada perusahaan yang memulainya, seperti PT Bukit Asam di Sumatera, KPC (Kaltim Prima Coal) dan Arutmin di Kalimantan.
"Hal ini karena masalah capex (capital expenditure) yang masih mahal, teknologi belum proven, tingkat keekonomiannya dan regulasi untuk mendukung industri ini. Lalu, penguasaan teknologi hilirisasi masih tergantung pada negara lain," katanya.
Diharapkan, pemerintah dapat melakukan terobosan dan usaha untuk penciptaan teknologi hilirisasi batubara dalam negeri.
"Mudah-mudahan dengan terbentuknya BRIN hal ini dapat dilakukan dengan baik untuk industri hilirisasi batubara di Indonesia. Perlu juga adanya penugasan yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN-BUMN tertentu untuk pengembangan industri ini di dalam negeri sebagai pioneer pengembangan teknologi dalam negeri," tandas Rizal. (NDA)