"Terdapat ribuan startup energi terbarukan. Startup ini perlu berfokus pada teknologi, karena teknologi adalah game changer dalam menciptakan sistem energi yang berkelanjutan. Teknologi adalah kunci transisi energi, dan pada akhirnya untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE). Maka dari itu, kita perlu meningkatkan teknologi seluas-luasnya," tandas Arifin.
Selain itu, Arifin juga mengatakan bahwa inovasi harus selalu didorong dan disebarluaskan. Akses kepada penggunaan dan pemanfaatan teknologi harus dibuat lebih inklusif. Selanjutnya, akses ke teknologi yang terjangkau dan pembiayaan juga harus dieksplorasi secara masif.
Selain itu, ada beberapa teknologi yang akan berperan besar dalam transisi energi di Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, seperti solar teknologi, termasuk juga sistem integrasi, smart-grid, energy storage, hidrogen, dan kendaraan listrik.
"Indonesia akan membangun 700 Gigawatt (GW) pembangkit EBT, berasal dari energi surya, angin, air, bio energi, arus laut, panas bumi, dan nuklir. Kami juga akan mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral untuk meningkatkan nilai tambah mineral, seperti nikel dan kobalt yang akan dimanfaatkan memproduksi baterai untuk kendaraan dan storage," tutur Arifin.
Arifin juga menyampaikan bahwa startup energi bersih dan emerging business dipandang sebagai instrumen kunci, yang diharapkan memiliki peran yang penting dalam percepatan pengembangan EBT.