Lebih lanjut dia mengatakan, untuk mencapai target bauran energi nasional pada 2033 dibutuhkan penambahan kapasitas terpasang 4,4 GW yang diperkirakan akan menarik investasi sebesar USD27 hingga USD28 miliar.
"Untuk setiap investasi sebesar USD1 di sektor bisnis hijau seperti panas bumi akan menghasilkan peningkatan Produk Domestik Bruto sebesar USD1,25, memberikan manfaat berganda signifikan bagi ekonomi Indonesia. Tak hanya itu, diperkirakan 70-100 lapangan kerja akan tercipta untuk setiap USD1 juta investasi di sektor panas bumi," kata Julfi.
Julfi Hadi menekankan bahwa panas bumi adalah sumber energi terbarukan yang stabil, andal, dan berperan penting dalam mendukung transisi energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional.
Panas bumi memiliki dua karakteristik penting untuk mendukung peran tersebut. Pertama, potensi panas bumi di Indonesia sebagian besar (70-80 persen) terletak di wilayah yang memiliki kebutuhan energi listrik terbesar, yaitu Jawa dan Sumatera.
"Karena itu, pengembangan energi panas bumi secara langsung mampu memenuhi kebutuhan energi hijau Indonesia seiring dengan bertumbuhnya ekonomi," katanya.
Kedua, kata dia, selain tidak bersifat intermittent, dalam memberikan pasokan listrik secara terus menerus, pembangkit panas bumi memiliki capacity factor sekitar 90 persen yang berarti efisiensi sangat tinggi antara kapasitas terpasang dan daya listrik aktual yang mampu dibangkitkan.