“Permasalahan kebutuhan juga berkaitan dengan pembiayaan perumahan dan selama ini sumber pembiayaan rumah juga belum optimal di samping ketimpangan daya beli masyarakat, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki keterbatasan dalam memiliki rumah," katanya.
BP Tapera saat ini oleh pemerintah juga diberikan kepercayaan untuk mengelola program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan juga bersinergi dengan institusi lain seperti Bank Tanah dan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
Ludiro menuturkan bahwa saat ini dalam sektor perumahan intervensi pemerintah dilakukan melalui berbagai sisi mulai dari pendapatan dan perpajakan; belanja negara; dan pembiayaan. Insentif perpajakan dan pembatasan PPN melalui pengenaan PPH 1% untuk rumah pertama bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah salah satu contoh upaya bantuan pemerintah dari sektor pendapatan negara.
“Kebijakan belanja negara untuk sektor perumahan juga dikeluarkan pemerintah melalui bantuan uang muka hingga bantuan pembiayaan bunga pinjaman pembiayaan rumah dan banyak lainnnya," papar Ludiro.
Peran Kementerian Keuangan saat ini dalam mendukung kerja BP Tapera di antaranya adalah memberikan modal awal sebesar Rp2,5 triliun dengan komposisi Rp2 triliun untuk operasional expenditure dan Rp0,5 triliun untuk capital expenditure. Selain itu Kementerian Keuangan juga melakukan pengalihan dana kelolaan Bapertarum menjadi bagian dari pengelolaan BP Tapera.