IDXChannel - Perusahaan minyak raksasa dunia seperti ExxonMobil, BP, hingga Shell baru-baru ini mengumumkan laba yang sangat besar. Bahkan ada yang mencapai profit tertinggi dalam 115 tahun pada 2022.
Lantas, apa penyebab perusahaan migas bisa mencetak laba yang cukup besar? Itu karena mereka semua diuntungkan dengan melonjaknya harga minyak dan gas akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Seperti dilaporkan BBC.com, minyak dan gas diperdagangkan di seluruh dunia, dan jika persediaan sedikit dan permintaan tinggi, penjual dapat mengerek harga lebih tinggi.
Sebelum perang Ukraina, Rusia merupakan pengekspor minyak dan gas alam terbesar di dunia. Banyak uang digelontorkan membeli minyak dan gas ke pemerintah Rusia. Berdasarkan data, ekspor migas menyumbang 45% dari anggaran pemerintah Rusia pada 2021.
Setelah invasi, negara-negara Barat, termasuk Inggris dan Uni Eropa, mencoba menghentikan (atau setidaknya mengurangi secara besar-besaran) impor energi mereka dari Rusia. Hal itu untuk menghindari pendanaan militer Rusia dan mendukung rezim yang bermusuhan dengan mereka.
Negara-negara yang tidak ingin membeli dari Rusia harus membayar harga yang jauh lebih tinggi untuk minyak yang diproduksi di tempat lain. Padahal, harga minyak sudah melesat karena ekonomi dibuka kembali setelah penguncian Covid-19, dan orang membutuhkan lebih banyak minyak.
Tak heran jika harga minyak naik di atas USD100 per barel sehari setelah invasi Rusia,, dan mencapai puncaknya di atas USD127 pada Maret 2022, sebelum kembali turun menjadi sekitar USD85. Harga gas juga melonjak setelah invasi.
Minyak dan gas alam sangat penting untuk hampir setiap aspek kehidupan modern. Minyak digunakan untuk membuat bensin dan solar, dan gas alam digunakan untuk pemanasan dan memasak.
Mereka juga digunakan dalam pertanian, pembangkit listrik, dan proses industri lainnya yang membuat segalanya mulai dari pupuk hingga plastik.
Sehingga kenaikan harga minyak dan gas yang berkelanjutan meningkatkan biaya banyak barang lain yang kita beli, mendorong krisis biaya hidup yang mencengkeram Inggris- dan negara lain - dalam beberapa bulan terakhir.
Panen Cuan
Dengan kondisi tersebut, tak heran jika perusahaan migas raksasa dunia mendulang cuan pada tahun lalu. Itu karena perusahaan minyak menghasilkan uang dengan menemukan cadangan minyak dan gas yang terkubur di bebatuan di bawah permukaan bumi, dan mengebor untuk melepaskannya.
Biaya tidak bervariasi sebanyak harga naik atau turun, tetapi uang yang mereka hasilkan dari penjualan itu. Jadi, ketika harga minyak melonjak setelah invasi Ukraina, uang yang dihasilkan perusahaan-perusahaan ini dari penjualan minyak dan gas juga meningkat secara besar-besaran.
Sehingga invasi Rusia ke Ukraina mampu mendorong laba perusahaan-perusahaan migas araksakasa. Pada Selasa pekan lalu, BP melaporkan rekor keuntungan tahunan sebesar USD27,7 miliar(Rp422 triliun) pada 2022.
Angka tersebut diperoleh karena mengurangi rencana untuk mengurangi jumlah minyak dan gas yang diproduksi pada 2030. Keuntungan tersebut dua kali lipat dari angka tahun sebelumnya.
Pada bulan ini, Shell juga melaporkan laba tertinggi dalam 115 tahun. Keuntungan mencapai USD39,9 miliar (Rp607,33 triliun) pada 2022, dua kali lipat dari total tahun sebelumnya.
Selain itu, Cheron mengantongi laba hingga USD37 miliar dan ExxonMobil mendapatkan cuan pada tahun lalu hingga USD59 miliar.
Dengan capaian tersebut, investor yang memegang saham perusahaan migas raksasa seperti BP, Shell, dan perusahaan minyak global lainnya bisa mendapatkan keuntungan. Beberapa keuntungan ekstra dibayarkan kepada pemegang saham melalui dividen yang lebih tinggi, dan pembelian kembali saham (yang meningkatkan harga saham).
Meski begitu, keuntungan besar perusahaan migas justru menyebabkan masyarakat di seluruh dunia berjuang untuk membayar tagihan energi dan bahan bakar kendaraan mereka. Seruan untuk menerapkan pajak yang lebih tinggi pada perusahaan migas tersebut di sejumlah negara Barat pun terus berlanjut.
(FRI)