sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

PHK Massal Mengancam, Pemprov Jabar Siapkan Langkah Mitigasi

Economics editor Agung Bakti Sarasa
15/11/2022 15:26 WIB
Langkah mitigasi tersebut, antara lain melakukan efisiensi dengan cara mengurangi upah dan fasilitas pekerja level atas
PHK Massal Mengancam, Pemprov Jabar Siapkan Langkah Mitigasi (FOTO:MNC Media)
PHK Massal Mengancam, Pemprov Jabar Siapkan Langkah Mitigasi (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk menekan sekaligus mencegah meluasnya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Diketahui, Provinsi Jabar kini dihadapkan pada persoalan tingginya kasus PHK, terutama pada sektor industri padat karya. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya kasus pengangguran terbuka dan berpotensi memicu PHK massal. 

Kepala Disnakertrans Jabar, Taufik Garsadi menyatakan, langkah mitigasi yang disiapkan pihaknya diharapkan mampu menekan, bahkan mencegah meluasnya kasus PHK di Jabar. 

Langkah mitigasi tersebut, antara lain melakukan efisiensi dengan cara mengurangi upah dan fasilitas pekerja level atas misalnya tingkat manajer dan direktur, mengurangi shift kerja, membatasi/menghapuskan kerja lembur, mengurangi jam kerja, hingga mengurangi hari kerja. 

"Kemudian, meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu, tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan memberikan pensiun dini bagi yang sudah memenuhi persyaratan," papar Taufik di Bandung, Selasa (15/11/2022). 

Kemudian, dalam menyikapi perlambatan ekonomi global, sejak Bulan Januari 2022, pihaknya terus berkoordinasi dengan BWI-ILO agar dapat bernegosiasi dengan buyer untuk memberikan relaksasi terkait kepatuhan aturan ketenagakerjaan serta mencari potensi-potensi pasar baru di luar pangsa pasar Eropa dan Amerika.

Sementara untuk persoalan adanya daerah dengan nilai UMK yang tinggi, pihaknya melakukan pemetaan dan koordinasi antarlembaga untuk cipta kondisi penetapan upah minimum tahun 2023 sesuai dengan ketentuan. 

"Kami mendorong asosiasi dan perkumpulan pengusaha di sektor padat karya untuk membuat kesepakatan relaksasi kebijakan pengupahan kepada pemerintah pusat khususnya bagi daerah kantung-kantung industri padat karya," tuturnya.

Taufik juga mengatakan, pihaknya melakukan pembentukan Tim Komisi Depeprov Jabar untuk membuat kajian terkait perundingan upah secara bipartit sebagai langkah antisipatif tidak adanya kebijakan penyelamatan industri padat karya hingga meminta Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan kebijakan relaksasi pengupahan, khususnya bagi daerah-daerah yang memiliki UMK tinggi.

Untuk menyikapi kondisi adanya alih daya teknologi dan metode kerja, pihaknya juga sudah mendorong pengoptimalisasian Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), penyediaan pelatihan (upskilling dan reskilling) bagi para pekerja yang terkena PHK maupun para pencari kerja melalui program Kartu Prakerja. 

"Kemudian penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi para pekerja yang terkena PHK yang akan memulai usaha rintisan dan memberikan layanan digital SIAPkerja berupa akses ke pelatihan-pelatihan dan pasar kerja," sebut Taufik. 

Lebih lanjut Taufik mengatakan, pada saat pandemi Covid-19 melanda, Pemprov Jabar juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk penyelamatan industri yang terdampa, khususnya untuk industri padat karya, salah satunya diktum 7d” dalam Kepgub Nomor 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020.

"Bunyinya, “Dalam hal pengusaha termasuk industri padat karya tidak mampu membayar upah minimum kabupaten/kota tahun 2020 sebagaimana diktum kedua, pengusaha dapat melakukan perundingan bipartit bersama pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di tingkat perusahaan dalam menentukan besaran upah dengan persetujuan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat," terangnya. 

Taufik kembali menegaskan bahwa berbagai upaya mitigasi yang dilakukan pihaknya, termasuk oleh pihak serikat pekerja dan pengusaha bertujuan mencegah PHK massal. 

"Sesuai UU 13 tahun 2003, pencegahan terjadinya PHK bukan hanya kewajiban pemerintah, tapi serikat pekerja dan pengusaha," katanya. 

Sebelumnya, Taufik mengungkapkan berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, industri padat karya menjadi sektor yang paling banyak menyumbang kasus PHK di Jabar. 

Data tersebut diperoleh dari laporan perselisihan hubungan industrial di kabupaten/kota, laporan potensi/rencana PHK dari 25 perusahaan binaan Better Work Indonesia (BWI)-ILO, laporan PHK dari anggota APINDO di 14 kabupaten/kota, serta BPJS Ketenagakerjaan dan laporan lainnya.

Rinciannya, data dari perselisihan hubungan industri di kabupaten/kota sebanyak 4.155 orang, data BWI-ILO ada 47.539 orang, kemudian data sementara Apindo 79.316 orang, lalu data peserta non aktif BPJS Ketenagakerjaan 146.443 orang. 

"Data PHK yang tidak terlaporkan baik melalui Dinas, Apindo, Serikat Pekerja, BWI maupun pekerja yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan /tidak mengklaim Jaminan Hari Tua (JHT) jumlahnya bisa lebih besar lagi," ungkap Taufik di Bandung, Selasa (15/11/2022). 

(SAN)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement